JAKARTA, KOMPAS.com - Komnas Perempuan menilai vonis pidana penjara seumur hidup pada terpidana kasus pemerkosaan 13 santriwati, Herry Wirawan, dinilai tak cukup membawa keadilan pada korban.
Komisioner Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah menyebut Herry mestinya dijatuhi hukuman lain yang dapet digunakan untuk pemulihan korban.
“Apapun hukuman yang diberikan pada pelaku memang tidak akan sebanding dengan penderitaan korban. Karena itu itu walau dihukum seumur hidup tidak cukup, dia harus diberi hukuman yang lain,” papar Alimatul pada Kompas.com, Rabu (16/2/2022).
Alimatul juga menyesalkan putusan restitusi yang dijatuhkan pada Herry mesti ditanggung oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
Dalam pandangannya, restitusi mestinya dibebankan pada Herry.
“Apa yang dia miliki, misalnya aset, dialihkan untuk pemulihan korban,” ucapnya.
Alimatul mengungkapkan dalam perkara ini yang harus menjadi fokus selain pemberian pidana adalah pemulihan korban.
Sebab korban mengalami berbagai masalah mulai dari trauma hingga ekonomi.
“Bahkan saya mendapat cerita ada salah satu korban yang kesusahan untuk membeli susu anaknya,” katanya.
Alimatul pun berharap agar pemulihan korban tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah.
Ia meminta semua pihak, mulai dari keluarga hingga masyarakat di lingkungan sosial aktif mengambil peran dalam proses pemulihan.
“Caranya dengan tidak menyalahkan korban atas kekerasan seksual yang ia dapatkan. Tapi lingkungan sosial harus menguatkan korban agar pulih,” sebut dia.
Baca juga: Tanggapi Vonis Herry Wirawan, KPAI: Nilai Restitusi untuk Korban Terlalu Kecil
Jika masyarakat menyalahkan korban, lanjut Alimatul, korban justru akan mengalami kerentanan berlapis.
“Artinya sudah korban trauma dengan pelaku, ditambah trauma lagi karena masyarakat. Ini tidak boleh terjadi,” pungkasnya.
Diketahui Herry divonis seumur hidup penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Selasa (15/2/2022).