Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Operasi Reprieve, Cara Intelijen Australia "Mengintip" Militer Indonesia

Kompas.com - 16/02/2022, 08:23 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Hubungan Indonesia dan Australia pada 2013 sempat tegang setelah laporan Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA) yang dibocorkan mengungkap aktivitas intelijen Negeri Kanguru yang menyadap ponsel Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Negara Kristiani Herawati atau Ani Yudhoyono.

Menurut laporan yang dibocorkan oleh mantan kontraktor NSA, Edward Snowden, saat itu intelijen Australia juga menyadap ponsel Wakil Presiden Boediono, eks Wakil Presiden Jusuf Kalla, kedua Juru Bicara Presiden Dino Patti Djalal dan Andi Mallarangeng, Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa, Menko Perekonomian Sri Mulyani, Menko Polkam Widodo Adi Sucipto, dan Sofyan Djalil.

Akibat hal itu, SBY memanggil pulang Duta Besar Republik Indonesia untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema, serta menghentikan kerja sama di bidang militer maupun ekonomi.

Baca juga: Kemenlu Kanada Hadapi Serangan Siber, Intelijen Sebut Ada Keterlibatan Rusia

Sikap intelijen Australia yang selalu mengintip kegiatan militer dan diplomatik Indonesia ternyata sudah berjalan cukup lama. Intelijen Australia mengumpulkan informasi tentang Indonesia melalui Direktorat Sinyal Pertahanan (DSD = Defence Signals Directorate).

Ahli pertahanan Australia, Desmond Ball, dalam wawancara dengan televisi setempat pada 22 November 1991 mengatakan Australia juga mempraktikkan hal serupa terhadap Malaysia, Filipina dan Papua Nugini (PNG).

Bahkan, menurut Ball, Australia mengetahui dengan cepat peristiwa yang terjadi di Dili (sekarang di Timor Leste).

"Para pejabat senior DSD mengklaim mereka mengetahui lebih dulu dibandingkan para jenderal di Jakarta," kata Ball.

Baca juga: Kepala Badan Intelijen Negara Daerah Papua Meninggal di Jayapura

Ball yang merupakan mantan Direktur Strategic and Defence Studies Centre di Canberra mengatakan, setiap Pemerintah Australia yang pernah berkuasa sudah memonitor kegiatan militer di Timor-timur (sekarang Timor Leste) sejak 1975. Bahkan informasi yang dimonitor termasuk juga percakapan antarpasukan yang berpatroli di Timtim, yang ditangkap oleh DSD lalu diteruskan ke pemerintah.

Menurut Ball, pusat operasi DSD dipusatkan di Shoal Bay di bagian barat laut Negara Kangguru. Selain itu juga ada pusat operasi DSD yang lain, yakni di kedubes Australia di Jakarta, yang diberi nama Project Reprieve.

Namun, Ball menegaskan, Pemerintah Australia tidak mau melakukan tindakan apapun yang didasarkan atas informasi yang diberikan DSD. Pemerintah Australia memang tidak menjalankan kebijaksanaan yang menanggapi laporan-laporan intelijen.

Berita ini sudah terbit di surat kabar KOMPAS edisi 23 November 1991 dengan judul Australia Selalu Monitor Kegiatan Militer Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com