KOMPAS.com – Menjelang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru), pemerintah mengeluarkan kewajiban karantina yang telah melalui hasil lintas sektor. Dalam kebijakan ini, pemerintah juga menetapkan syarat dispensasi karantina.
Syarat pengajuan harus dilakukan minimal tiga hari sebelum kedatangan pihak yang mengajukan ke Indonesia. Pengajuan ini harus diberitahukan kepada Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 nasional serta kesepakatan antara kementerian atau lembaga terkait.
Adapun untuk warga negara Indonesia (WNI), dispensasi diberikan dalam waktu mendesak, seperti kondisi kesehatan yang mengancam jiwa atau situasi duka ketika ada anggota keluarga inti yang meninggal dunia.
Selanjutnya, dispensasi juga diberikan bagi warga negara asing (WNA) kategori pemegang visa diplomatik atau dinas yang biasanya dimiliki pejabat setingkat menteri ke atas beserta rombongan yang melakukan kunjungan resmi kenegaraan.
Pemberian diskresi berlaku pula untuk para pelaku perjalanan yang masuk lewat skema travel corridor agreement, delegasi anggota Group of Twenty (G-20), dan pelaku perjalanan yang merupakan orang terhormat atau honorable person dan orang terpandang atau distinguish person.
Meski mendapatkan pembebasan karantina, sejumlah pihak tersebut wajib menjalankan protokol kesehatan (prokes) dan menerapkan sistem bubble.
Adapun prokes yang harus dipatuhi sesuai dengan Surat Edaran (SE) Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 16 Tahun 2021, yakni memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, mengurangi mobilitas, serta menghindari makan bersama (6M).
Pengurangan durasi karantina di fasilitas karantina mandiri dapat diajukan pejabat dalam negeri setingkat eselon satu ke atas berdasarkan perimbangan dinas atau khusus.
Pemberian izin pun harus dilakukan dengan syarat bahwa pihak yang meminta izin harus mematuhi prokes ketat.
Sebagai informasi, pemerintah melalui Satgas Covid-19 memaparkan ketentuan karantina pelaku perjalanan internasional. Peraturan ini, berdasarkan skema pembiayaan, dibagi menjadi dua, yakni ditanggung pemerintah dan mandiri.
Untuk pembiayaan yang ditanggung pemerintah, di antaranya adalah pekerja migran Indonesia (PMI), pelajar atau mahasiswa yang sudah menamatkan studi di luar negeri, serta pegawai pemerintah yang kembali dari perjalanan dinas luar negeri.
Sedangkan warga negara di luar kategori itu, contohnya WNA, termasuk diplomat atau kepala perwakilan asing beserta keluarga, wajib menanggung biaya karantina secara mandiri sesuai durasi yang diwajibkan dari negara kedatangan.
Pemerintah pun menjamin bahwa tidak ada pelaku perjalanan yang terbengkalai. Untuk itu, pelaku perjalanan internasional dengan biaya mandiri wajib menunjukkan bukti konfirmasi pembayaran atas pemesanan tempat akomodasi karantina selama menetap di Indonesia.
Kedua terkait jenis karantina pelaku perjalanan internasional yang didasarkan pada tempat. Pembagiannya ada dua, yakni karantina terpusat dan mandiri.
Untuk kategori terpusat, pemerintah menyediakan fasilitas, seperti Wisma Atlet Pademangan dan Wisma Atlet Kemayoran sebagai tempat karantina. Dua fasilitas ini bisa digunakan aparatur sipil negara (ASN), pelajar atau mahasiswa, dan PMI.