Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Kasus Korupsi 4 Kader Golkar Tak Pengaruhi Elektabilitas, Publik Cepat Lupa

Kompas.com - 21/10/2021, 13:51 WIB
Ardito Ramadhan,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menilai, kasus korupsi yang menimpa empat orang kader Partai Golkar tidak akan berdampak pada elektabilitas partai berlambang pohon beringin itu.

Adi berpandangan, kasus korupsi yang menimpa kader partai hanya memberikan sentimen negatif untuk sesaat dan akan cepat dilupakan oleh publik.

"Kalau bicara tentang elektabilitas saya kira tidak ada pengaruh yang signifikan ya, paling cuma sentimen negatif sesaat yang kemudian publik cepat lupa dengan apa yang dilakukan oleh partai yang kadernya terjaring kasus korupsi," kata Adi saat dihubungi, Kamis (21/10/2021).

Baca juga: Empat Kader Golkar Terjerat Kasus Korupsi, Waketum: Tak Ada Kaitan dengan Partai

Adi menuturkan, survei pun membuktikan bahwa elektabilitas Partai Golkar selalu berada di posisi tiga besar, menandakan isu korupsi tidak menjadi pertimbangan publik dalam memilih partai.

Menurut dia, dalam menentukan pilihan pada pemilu, publik lebih banyak mempertimbangkan hal-hal yang dilakukan partai saat menjelang pemilu.

"Itu paradoksnya pemilih kita, di satu sisi banyak menghujat kader partai yang kena kasus korupsi, tetapi mereka tidak pernah memberikan hukuman," kata Adi.

Di sisi lain, menurut Adi, Partai Golkar memang memiliki pengalaman dalam menangani isu-isu yang merugikan partai tersebut, contohnya pada Pemilu 2004 Golkar tetap keluar jadi pemenang meski partai itu lekat dengan stigma Orde Baru yang baru runtuh.

"Itu artinya Golkar pandai menggunakan sentimen politik publik yang memorinya pendek dan memang penentu akhirnya adalah permainan di akhir," ujar Adi.

Baca juga: Airlangga Ungkap Strategi Kemenangan Golkar, Minta Road Map Pemilu 2024

Adi mengatakan, situasi ini tidak hanya berlaku bagi Golkar tetapi juga partai-partai lainnya karena PDI-P dan Gerindra yang sejumlah kadernya sempat terseret kasus korupsi pun elektabilitasnya tetap bertengger di posisi tiga besar.

Menurut Adi, situasi berbeda dialami Partai Demokrat yang perolehan suaranya turun drastis pada Pemilu 2014 setelah partai tersebut diterpa berbagai kasus korupsi.

Adi berpandangan, Demokrat memiliki nasib berbeda karena kader-kader Demokrat yang terjerat kasus korupsi merupakan elite-elite partai seperti mantan Ketua Umum Demokrat, Anas Urbaningrum dan mantan Bendahara Umum Demokrat, Muhammad Nazaruddin.

"Itu kan korupsi berjemaah yang dilakukan elite-elite kunci yang ada di Demokrat saat itu makanya langsung dihukum rakyat. Nah kalau cuma yang terjaring kasus korupsi itu satu anggota dewan, satu kepala daerah, tendangan hukuman publik itu tidak terasa," kata Adi.

Baca juga: Airlangga kepada Kader Golkar: Wajib Lanjutkan Perjuangan Para Pahlawan

Terdapat empat kader Golkar yang terjerat kasus korupsi dalam kurun waktu satu bulan terakhir yakni Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, mantan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin, Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin, dan Bupati Kuantan Singingi Andi Putra.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com