Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras Nilai Demokrasi Perlahan Mati di Tahun Ke-2 Kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf

Kompas.com - 19/10/2021, 16:10 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Fatia Maulidiyanti menyatakan, pelaksanaan demokrasi di Indonesia mati secara perlahan-lahan selama dua tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Ma'ruf Amin.

Hal itu terungkap dalam laporan kinerja kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf yang disusun oleh Kontras.

“Sepanjang dua tahun memimpin di periode kedua, demokrasi mati secara perlahan,” kata Fatia dalam konferensi pers virtual, Selasa (19/10/2021).

Menurut Fatia, kemerosotan demokrasi ini dapat terlihat dari situasi kebebasan sipil yang semakin memburuk, kian masifnya serangan terhadap pembela hak asasi manusia (HAM), hingga negara yang semakin abai terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Berikutnya, pendekatan represif di Papua yang masih minim koreksi dan komitmen terhadap instrumen HAM internasional, serta nihilnya partisipasi masyarakat dalam pembuatan regulasi.

“Cukup menggambarkan situasi demokrasi di Indonesia ini merosot tajam di tahun kedua kepemimpinan Jokowi Ma’ruf Amin,” kata dia.

Baca juga: Kontras Minta Panglima TNI Usut Tuntas Kekerasan yang Libatkan Anggotanya

Lebih lanjut, Fatia menyorot soal memburuknya situasi kebebasan sipil yang tercermin dari berlanjutnya represifitas dan brutalitas aparat.

Kontras merangkum sejumlah kejadian terkait aksi kekerasan yang dilakukan aparat dalam periode September 2019–September 2021.

Setidaknya, ada 360 peristiwa pelanggaran kebebasan berekspresi yang pelakunya didominasi pihak kepolisian. Di saat yang sama, upaya kolektif maupun evaluatif dari pemerintah terhadap institusi kepolisian masih belum ada.

“Sehingga semakin banyak orang yang menjadi korban dari brutalitas aparat tersebut tanpa adanya sebuah detterent effect atau efek Jera terhadap institusi kepolisian untuk melakukan tindakan kekerasan,” imbuhnya.

Selanjutnya, ia menyorot soal isu terkait Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE) dan pembentukan virtual polisi ataupun polisi siber.

Ia berpandangan, kehadiran UU ITE dan polisi siber ini cenderung mengatur dan menindak ekspresi warga negara.

Baca juga: Kontras Ungkap Terjadi Penurunan Kasus Kekerasan yang Melibatkan Anggota TNI

“Dalam kasus penggunaan UU ITE ini, penindakan paling banyak terjadi dalam isu-isu yang mengkritik suatu institusi dengan korban yang paling banyak adalah warga sipil,” ucapnya.

Lalu, ia menyorot adanya kejadian pemecatan puluhan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akibat tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Selain itu, Fatia menyampaikan, pemerintah terkesan memanfaatkan keterbatasan di tengah situasi pandemi Covid-19 agar minim partisipasi publik terkait penerbitan beberapa kebijakan, seperti UU Omnibus Law, UU Minerba, serta UU MK.

Ia pun mengingatkan, masih ada sejumlah regulasi penting yang tak kunjung diselesaikan pemerintah dan DPR RI, di antaranya RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT), RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Masyarakat Adat, RUU Perlindungan Data Pribadi, dan revisi UU HAM.

“Dan salah satu yang menjadi sorotan utama kita adalah soal pembentukan RUU KUHP yang sampai saat ini juga masih belum terasa transparan dan pelibatan terhadap masyarakat sipil juga hanya merupakan fenomena formalitas belaka,” imbuh dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com