Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapolri Didesak Minta Maaf soal Penangkapan 17 Aktivis Papua yang Demo di Kedubes AS

Kompas.com - 01/10/2021, 13:20 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim advokasi Papua meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta maaf kepada17 aktivis yang akan demo di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan keterangan dari tim advokasi Papua, para demonstran yang hendak menyampaikan aspirasinya ditangkap paksa dan dibawa ke Polres Metro Jakarta Pusat.

"Mendesak Kepala Kepolisian Negara Republik meminta maaf kepada masyarakat Papua atas kejadian pelanggaran penangkapan, penahanan, pemeriksaan, penyitaan, kekerasan dan kekerasan seksual yang dilakukan terhadap massa aksi papua," tulis tim advokasi dalam keterangannya, Kamis (30/9/2021) malam.

Baca juga: Diperiksa Polisi Semalaman, 17 Aktivis Papua Akhirnya Dilepas Tanpa Status Tersangka

Adapun tim advokasi Papua terdiri dari perwakilan Papua itu yakni Kita Michael Himan, perwakilan LBH Jakarta Citra Referandum, perwakilan LBH Masyarakat Nixon Randy, dan perwakilan Kontras, Abimanyu Septiadji.

Tim advokasi Papua menyampaikan bahwa sempat terjadi kekerasan dalam proses pembubaran dan penangkapan massa aksi.

"Pada saat pembubaran, terdapat massa aksi yang terkena pukulan di bagian mata, diinjak, ditendang dan 2 orang perempuan Papua mengalami pelecehan seksual," ujar dia.

Tim advokasi Papua menyatakan, hal itu merupakan pelanggaran terhadap Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Baca juga: Demo Aktivis Papua Ricuh, Polisi Sebut Massa Melawan dan Melukai Petugas

Selanjutnya, tim advokasi Papua juga menyebut aparat Kepolisian melakukan tindakan penangkapan terhadap 2 orang asli Papua di LBH Jakarta.

Padahal, menurut dia, 2 orang itu sama sekali tidak mengikuti aksi yang dilakukan di Kedubes Amerika Serikat.

"Selain pelanggaran terhadap hukum dan HAM, hal tersebut juga merupakan tindakan rasis dan diskriminatif terhadap orang Papua," kata dia.

Atas kejadian ini, tim advokasi Papua mendesak Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia memerintahkan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan untuk melakukan tindakan tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan aparat kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat kepada massa aksi.

Selain itu, pemerintah diminta untuk menjamin akses pemulihan bagi korban dan segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

Sebelumnya, polisi membubarkan dan menangkap aktivis Papua yang akan melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta Pusat, Kamis (30/9/2021) siang.

Baca juga: Polisi Tangkap 17 Aktivis Papua yang Akan Demo di Depan Kedubes AS

Salah satu peserta aksi, Ambrosius Mulait, mengungkapkan bahwa massa aksi yang berjumlah 17 orang langsung diangkut paksa begitu tiba di depan Kedubes AS.

Para peserta unjuk rasa itu baru dilepas pada Jumat (1/10/2021), setelah diperiksa sekitar 18 jam.

"Baru tadi pagi jam 07.45 Wib pagi dibebaskan tanpa ada status apa pun, tidak ada status tersangka," kata Citra Referandum, pengacara dari LBH Jakarta yang ikut mengadvokasi para aktivis yang ditangkap, Jumat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com