JAKARTA, KOMPAS.com - Perwakilan masyarakat pendukung Kantor Darurat Pemberantasan Korupsi mengantarkan 1.505 surat untuk Presiden Joko Widodo melalui Sekretariat Negara pada Rabu (29/9/2021).
Adapun, Kantor Darurat Pemberantasan Korupsi di depan Gedung ACLC KPK atau gedung lama KPK itu didirikan oleh jaringan solidaritas masyarakat sipil.
Kantor darurat ini merupakan bentuk kekecewaan terhadap kinerja KPK dan pemberantasan korupsi saat ini.
Seperti diketahui, 56 pegawai KPK akan diberhentikan dengan hormat pada 30 September 2021.
Baca juga: Kecewa terhadap KPK, Masyarakat Dirikan Kantor Darurat Pemberantasan Korupsi
Mereka dinonaktifkan setelah dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai bagian dari alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Melalui kantor darurat, mereka mengajak masyarakat mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo terkait persoalan polemik TWK yang dinilai sebagai upaya penyingkiran pegawai.
"Sebanyak 1.505 surat ini terdiri dari 917 surat yang disampaikan secara daring dan 588 surat disampaikan melalui Kantor Darurat Pemberantasan Korupsi, baik dengan datang langsung maupun melalui jasa pengiriman," ujar perwakilan masyarakat Kantor Darurat dari LBH Jakarta, Arief Maulana, melalui siaran pers, Rabu.
Kantor Darurat Pemberantasan Korupsi menerima surat-surat tersebut sejak hari pertama pembukaan, 15 September 2021.
Baca juga: Setujui Kapolri, Jokowi Dinilai Memahami KPK Jadikan TWK Alat Singkirkan 56 Pegawai
Selain menyampaikan surat-surat dari masyarakat, ujar Arief, perwakilan masyarakat ini juga menyampaikan Petisi change.org yang telah ditandatangani 70.503 orang.
Masyarakat yang berkirim surat berasal dari seluruh Indonesia, selain dari Jakarta antara lain Bandung, Yogyakarta, Bogor, Karawang, Padang, Banten, Tenggarong, Bengkulu, dan Jambi.
"Latar belakang para pengirim surat pun beragam, yakni buruh, pelajar, mahasiswa, peneliti, mantan Komisioner KPK, guru besar, dosen, pegawai bank, pengemudi ojek online, pengamen ondel-ondel, pengamanan gedung, korban korupsi bansos, hingga pedagang minuman keliling," kata Arief.
Sebanyak enam orang perwakilan masyarakat yang mengantarkan surat dan petisi ke Presiden, kata dia, adalah Ketua BEM STHI Jentera, Renie Aryandani, Sekjen KASBI Sunarno, dua orang korban korupsi Bansos Eni Rohayati dan Donris Sianturi, dan dua orang akademisi dari Universitas Andalas, Charles Simabura dan Feri Amsari.
Baca juga: Mahfud Jelaskan Dasar Hukum Jokowi Izinkan Kapolri Rekrut 56 Pegawai KPK Tak Lolos TWK