Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengembalian Aset Dinilai Lebih Penting Ketimbang Menghukum Mati Koruptor

Kompas.com - 20/09/2021, 22:13 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Calon hakim agung kamar pidana, Subiharta, tidak sependapat jika pelaku korupsi dijatuhi hukuman mati. Ia berpandangan, hukuman mati tidak menyelesaikan masalah korupsi di Indonesia.

Menurut dia, pengembalian aset negara yang dikorupsi lebih penting ketimbang penerapan hukuman mati terhadap koruptor.

"Justru dengan dijatuhi hukuman mati, maka informasi yang berkaitan dengan aset yang dikorupsi dan berbagai informasi tentang tindak pidana yang dilakukan menjadi tertutup. Harta yang dikorupsi belum tentu terselamatkan," kata Subiharta, dalam uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung, di Komisi III DPR, Jakarta, Senin (20/9/2021) malam.

Baca juga: Calon Hakim Agung Nilai RUU Perampasan Aset Penting bagi Hakim dan Pelaku Korupsi

Subiharta menyatakan setuju jika hukuman pidana maksimal terhadap koruptor berupa penjara seumur hidup.

Ia menilai, hukuman penjara seumur hidup akan membuat koruptor merasa menjalani masa hukumannya yang panjang.

"Masyarakat juga akan memperhatikan bahwa hak hidup dari manusia masih tetap dihormati oleh negara. Sekaligus, aset-aset negara masih tetap bisa diperjuangkan dan terselamatkan, sehingga negara tidak dirugikan," kata dia.

Adapun hal tersebut diungkapkan dalam makalah yang ia buat terkait uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung. Makalah tersebut berjudul Perspektif Vonis Pidana Mati bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi di Indonesia.

Subiharta menyadari adanya perbedaan pandangan terkait vonis hukuman mati terhadap koruptor di Indonesia.

Baca juga: Calon Hakim Agung Suradi Nilai Hukuman Mati Tidak Langgar HAM

Di satu sisi ada kelompok yang setuju dengan pidana mati karena pelaku telah melakukan kejahatan yang berat, yaitu melanggar hak asasi manusia.

Sedangkan, ada pula kelompok yang tidak setuju dengan vonis mati karena melanggarhak asasi manusia.

"Tapi dalam praktik peradilan di Indonesia, masih belum ada pelaku tindak pidana korupsi yang dijatuhi pidana mati," tuturnya.

Kendati pengembalian aset negara dinilai penting, namun Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana belum menjadi prioritas pembahasan di DPR.

Tidak masuknya RUU Perampasan Aset sebagai Prolegnas Prioritas 2021 diputuskan dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR bersama Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Rabu (15/9/2021).

Ketua baleg DPR Supratman Andi Agtas mengatakan, pemerintah dan DPD menyetujui tiga RUU yang diusulkan pemerintah masuk dalam Prolegnas Prioritas, yaitu RUU ITE, RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan.

Baca juga: Kekecewaan dan Kritik Setelah RUU Perampasan Aset Tindak Pidana Tak Masuk Prolegnas Prioritas

Keputusan diambil setelah diskusi tertutup antara Baleg dan pemerintah. Padahal sebelumnya Menkumham Yasonna Laoly mendorong RUU Perampasan Aset juga masuk Prolegnas Prioritas 2021.

Dalam rapat tersebut pemerintah mengusulkan 5 RUU masuk prioritas yaitu RUU Perampasan Aset Tindak Pidana, RUU KUHP, Revisi UU ITE, Revisi UU Pemasyarakatan, dan Revisi UU Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Namun, Baleg hanya menyetujui tiga di antara lima usulan itu yang dimasukkan dalam Prioritas 2021. Supratman tidak menjelaskan alasan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana tak masuk prioritas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com