JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menceritakan secara runut bagaimana proses evakuasi 26 Warga Negara Indonesia (WNI) dari Afghanistan ke Tanah Air pada 20 Agustus 2021.
Diakuinya, proses evakuasi tersebut tidak dilakukan dengan mudah dan membutuhkan kerja sama dari sejumlah pihak baik di dalam maupun luar negeri.
"Ibu bapak, evakuasi ini merupakan salah satu evakuasi yang paling berat, yang sangat kompleks dan memerlukan perhitungan yang sangat masak," kata Retno dalam rapat kerja Menlu dengan Komisi I DPR, Kamis (2/9/2021).
Retno mengaku bersyukur, proses evakuasi tersebut akhirnya berjalan lancar hingga 26 WNI tiba di Indonesia pada 21 Agustus, dan sudah kembali ke keluarga masing-masing pada 28 Agustus 2021 usai menjalani karantina.
Retno mengungkapkan, Indonesia tidak hanya melakukan evakuasi terhadap WNI melainkan ada 5 Warga Negara (WN) Filipina dan 2 WN Afghanistan yang ikut serta dalam penerbangan 20 Agustus.
Baca juga: Kisah Penerbang yang Evakuasi WNI dari Afghanistan: Perasaan Saya Campur Aduk
Ada dua hal yang dipertimbangkan dengan matang oleh Indonesia dalam proses evakuasi tersebut.
"Pertama, keselamatan para evacuee, dari titik KBRI menuju Bandara. Kedua, memperoleh izin landing dan memastikan para evacuee dapat masuk pesawat dengan selamat," ucap Retno.
Ia menjelaskan pertimbangan yang pertama yaitu keselamatan para evacuee atau WN baik WNI maupun WNA yang dievakuasi.
Menurut Retno, diketahui bahwa wilayah di luar bandara Kabul saat itu telah dikuasai oleh Taliban.
Oleh karena itu, Indonesia, kata dia, telah meminta jaminan keamanan kepada Taliban agar proses evakuasi berjalan lancar.
"Dari sejak awal persiapan evakuasi, kita telah meminta jaminan keamanan kepada Taliban dan jaminan keamanan tersebut diberikan," tutur dia.
Kemudian, pertimbangan yang kedua yaitu soal memperoleh izin landing dan memastikan para evacuee dapat masuk pesawat dengan selamat.
Baca juga: Cerita Penerbang yang Evakuasi WNI dari Afghanistan: Siapkan 3 Skenario Terburuk
Retno menjelaskan, dalam pertimbangan tersebut, Indonesia lebih banyak berurusan dengan North Atlantic Treaty Organization (NATO) dan negara-negara anggotanya.
"Karena pemberian izin dan pengelolaan bandara militer, semuanya dikelola oleh NATO," ungkapnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa dalam proses evakuasi itu, Indonesia menggunakan semua asset diplomasi guna memastikan keselamatan dan keamanan WNI dan evacuee lainnya.