Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Surya Paloh: Kalau Tak Punya Budaya Malu, 100 KPK Pun Tak Akan Berefek Berantas Korupsi

Kompas.com - 23/08/2021, 12:54 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menilai, budaya malu harus dihadirkan dalam bangsa Indonesia sebagai upaya memberantas korupsi.

Sebab, menurut dia, pendirian lembaga serupa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang lebih banyak bahkan tak akan ada artinya tanpa budaya malu.

"Kalau kita tidak mengenal budaya malu, jangankan 1 KPK, 100 KPK, tidak akan memberikan daya efektivitas apa pun dalam upaya pemberantasan korupsi di negeri ini," kata Paloh dalam acara dialog kebangsaan Ketua Umum Partai Nasdem memperingati 50 Tahun CSIS Indonesia, Senin (23/8/2021).

Baca juga: 214 Napi Korupsi Terima Remisi, Bagaimana Aturannya?

Paloh mengatakan, budaya malu harus dihadirkan dalam interaksi sosial kehidupan masyarakat sehari-hari.

Untuk itu, dia mengajak seluruh lapisan masyarakat agar membangun kesadaran budaya malu melakukan korupsi yang dimulai dari pendidikan keluarga hingga pendidikan formal.

"Harus bangun kesadaran masyarakat kita itu sendiri. Harus kita lakukan, dimulai dari mana pun, pendidikan keluarga, pendidikan formal, dengan menjadi interaksi sosial masyarakat keseharian. Menimbulkan satu budaya asas kepantasan tidak boleh untuk tercerai," kata dia.

Menurut Paloh, tidak ada negara yang terbebas dari budaya korupsi. Ia pun menilai, budaya korupsi merupakan masalah besar maupun kecil di negara mana pun.

Oleh karena itu, kata Paloh, hal yang dibutuhkan suatu negara, termasuk Indonesia dalam memberantas korupsi adalah menghadirkan budaya malu.

Kendati demikian, Paloh juga mengapresiasi kehadiran KPK di Indonesia sebagai satu-satunya lembaga pemberantas korupsi.

"Sejujurnya, saya katakan, KPK cukup agresif dalam melakukan tugas-tugasnya. Nah, ini perlu kita apresiasi, perlu kita jaga upaya pemberantasan korupsi harus kita laksanakan," kata dia.

Baca juga: Remisi untuk Djoko Tjandra Dinilai Membuat Orang Tak Takut Korupsi

Ia berpandangan, KPK Indonesia tercatat sebagai lembaga yang paling banyak menangkap pejabat-pejabat korupsi, baik yang masih bertugas maupun sudah selesai bertugas.

Untuk itu, Paloh mengajak semua untuk bersyukur bahwa Indonesia masih memiliki lembaga KPK dalam upaya pemberantasan korupsi.

"Bagaimanapun juga Indonesia harus bersyukur sebagai satu bangsa yang telah mampu untuk melahirkan sebuah lembaga anti korupsi, kita punya KPK," ujar dia. 

Namun, ia mengakui bahwa KPK masih banyak kekurangan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.

Ia pun menyoroti terminologi operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK.

Baca juga: Remisi untuk Djoko Tjandra Dinilai sebagai Cerminan Sikap Pemerintah terhadap Pemberantasan Korupsi

Paloh mempertanyakan konsep OTT yang dijalankan KPK berbeda dengan apa yang ditangkap dalam pemikirannya.

"Terminologi tangkap tangan misalnya, yang saya pahami, dengan segala kemampuan saya yang terbatas. Tangkap tangan adalah ada si pemberi, ada si penerima pada saat bersamaan, dan untuk itu dia tertangkap, tetapi terminologi baru, tangkap tangan itu bisa saja, satu pemberi di Medan, satu penerima di Surabaya, tangkap tangan juga. Padahal hanya dramatisasi," kata Paloh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com