Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mustakim
Jurnalis

Eksekutif Produser program talkshow Satu Meja The Forum dan Dua Arah Kompas TV

Mural, Kritik Sosial atau Kriminal?

Kompas.com - 18/08/2021, 11:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MURAL bergambar wajah Presiden Joko Widodo (Jokowi) disertai tulisan "404: Not Found" ramai di media sosial. Polisi langsung memburu pembuatnya karena dianggap menghina dan melecehkan lambang negara.

Mural yang menempel di terowongan inspeksi Tol Kunciran-Bandara Soekarno Hatta, Batuceper, Tangerang, Banten ini menulai polemik.

Aparat tak hanya menghapus dan menutupnya dengan cat hitam namun juga mencari dan memburu seniman yang membuatnya.

Polisi berdalih, mural itu telah melecehkan dan menghina presiden yang menurut mereka adalah lambang negara.

Langkah polisi ini menuai kritik. Mereka dinilai berlebihan dengan mengejar dan memburu pembuat mural tersebut. Ini juga menunjukkan kesan bahwa pemerintah atau Presiden Jokowi antikritik.

Mural adalah salah satu media atau sarana masyarakat untuk berekspresi, menyampaikan pendapat atau mengkritik penguasa. Ini lazim di negara yang menganut demokrasi.

Ini bukan yang pertama. Sebelumnya publik juga dihebohkan dengan mural “Tuhan Aku Lapar”. Mural yang terletak di Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, Banten ini pun langsung dihapus usai viral di media sosial.

Tak hanya itu, di Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, mural "Dipaksa Sehat di Negeri yang Sakit" yang ada pada salah satu sudut jalan juga dihapus.

Ekspresi sosial atau kriminal

Mural selama ini dianggap sebagai street art. Karya seni ini merupakan bentuk ekspresi. Aparat dan pemerintah seharusnya tak perlu bersikap agresif dan represif.

Pemerintah harus memaknai mural sebagai karya seni dan media atau cara masyarakat menyampaikan pendapat.

Ini dijamin dan dilindungi konstitusi, UU Nomor 12 tahun 2005 tentang Hak-hak Sipil dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Pemerintah dan aparat hukum dianggap tak memliki dasar hukum dan argumentasi untuk menghapus mural dan mengkriminalkan pembuatnya.

Pembatasan kebebasan berekspresi harus didasarkan pada ketentuan undang-undang, yakni untuk melindungi kepentingan publik, keamanan nasional, melindungi hak orang lain serta untuk tujuan yang sah.

Kepolisian juga tidak dapat memproses hukum pembuat mural tersebut dengan alasan Presiden Jokowi adalah pemimpin dan lambang negara.

Presiden bukan merupakan lambang negara sebagaimana termaktub dalam Pasal 36 (A) UUD 1945 dan Pasal 1 ayat (3) juncto Pasal 46 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com