Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sumbangan Rp 2 Triliun dari Akidi Tio dan Kecerobohan Para Pejabat...

Kompas.com - 05/08/2021, 13:29 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pada Senin (26/7/2021), masyarakat Indonesia digemparkan dengan berita sumbangan uang sebesar Rp 2 triliun dari keluarga Akidi Tio, seorang pengusaha dari Aceh yang telah meninggal dunia.

Sumbangan tersebut diberitakan merupakan wasiat Akidi Tio kepada anak-anaknya, sebelum dia mengembuskan napas terakhir. Rencananya, uang sebesar Rp 2 triliun itu akan digunakan untuk penanganan Covid-19 di Sumatera Selatan.

Sebelum mengadakan acara simbolis pemberian sumbangan, Kapolda Sumatera Selatan Irjen Eko Indra Heri mengaku kaget. Musababnya keluarga Akidi Tio mengamanahkan uang sumbangan sebesar Rp 2 triliun itu kepada Polda Sumatera Selatan sebagai penyalur kepada masyarakat.

Baca juga: Polemik Bantuan Rp 2 Triliun Keluarga Akidi Tio, Kapolda Sumsel: Mohon Maaf Atas Kegaduhan Ini

Kendati demikian, Eko merespons kekagetannya tanpa banyak bertanya. Pada 26 Juli, ia bersama Gubernur Sumatera Selatan pun turut hadir pada acara serah terima simbolis uang sumbangan sebesar Rp 2 triliun tanpa rasa curiga.

Padahal sebagai penegak hukum, polisi semestinya berpikir dalam kerangka hukum. Sebabnya uang sebesar Rp 2 triliun bukanlah jumlah kecil. Uang itu hampir setara dengan APBD Kota Bogor tahun 2021 yakni Rp 2,5 triliun.

Untuk itu, langkah yang seharusnya dilakukan polisi ialah berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri rekam jejak keuangan keluarga Akidi Tio. Sebab, sudah menjadi tugas PPATK untuk menelusuri jejak transaksi keuangan dalam jumlah besar.

Terlebih keluarga Akidi Tio berencana mencairkan uang sebesar Rp 2 triliun melalui bilyet giro yang berarti melalui transaksi perbankan sehingga bisa dilacak PPATK.

Kecerobohan pejabat itu juga disampaikan mantan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin. Menurut dia, sangat aneh apabila para pejabat berwenang langsung mempercayai uang sumbangan sebesar Rp 2 triliun sebelum memastikan keberadaan uang tersebut.

Baca juga: Hasil Penelusuran PPATK: Rekening Anak Akidi Tio Tak Sampai Rp 2 Triliun

"Ini sebuah gagal paham bila hendak memercayai, sebelum benar-benar uang itu ada. Akidi Tio bukanlah seseorang yang memiliki jejak jelas di bidang usaha," kata Hamid dalam opininya di Kompas.com.

"Dari mana uang sebanyak itu? Apakah lembaga perpajakan pernah mengetahui dan memungut pajak dari Akidi sedemikian banyak? Rentetan pertanyaan logis yang harus dipakai sebelum memercayainya," lanjut dia.

Baru ramai setelah uang tak kunjung cair

Adapun polisi baru mempermasalahkan saat uang Rp 2 triliun yang dijanjikan tak kunjung cair.

Polda Sumatera Selatan kemudian memanggil putri Akidi Tio, Heriyanti Tio, untuk dimintai keterangan mengenai uang sumbangan sebesar Rp 2 triliun.

Untuk memastikan dana sumbangan tersebut ada atau tidak ada, polisi kemudian melakukan penyelidikan koordinasi dengan Bank Mandiri Palembang yang sebelumnya disebut Heriyanti akan dicairkan lewat bank itu.

Baca juga: Mabes Polri Bentuk Tim Periksa Kapolda Sumsel soal Sumbangan Akidi Tio

Hasilnya, dari penelusuran penyidik ke pihak Bank Mandiri Palembang, bilyet giro Rp 2 triliun yang hendak disalurkan oleh Heriyanti ternyata tak mencukupi.

"Hasil koordinasi pengecekan ke Bank Mandiri sesuai dengan bilyet giro kemarin, klarifikasi bank bahwa saldo di rekening tersebut tidak cukup (Rp 2 triliun)," kata Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Supriadi

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com