JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla kerap berceloteh soal pentingnya membangun perekonomian di sektor riil. Bahkan Kalla menilai perekonomian di sektor riil seperti di Pasar Tanah Abang lebih penting daripada perekonomian di pasar uang.
Hal itu sudah ia kemukakan sejak menjabat wakil presiden saat mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Saat itu Kalla mengomentari ambruknya pasar saham di Amerika Serikat yang mengakibatkan krisis moneter global pada 2008.
Baca juga: Kunjungi Pasar Tanah Abang, Wakil Ketua DPR: Pedagang Tak Ingin Kibarkan Bendera Putih
Saat itu Kalla menilai krisis moneter global yang berpangkal dari AS tak akan terlalu berpengaruh terhadap perekonomian indonesia yang kuat di sektor riil.
"Kecuali kalau yang jatuh itu Pasar Tanah Abang, Pasar Senen, Pasar Baru di Makassar, Pasar Klewer di Solo (baru berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia),":ujar Kalla pada 2008.
Pentingnya membangun sektor riil seperti aktivitas perekonomian di pasar rakyat kembali ditekankan Kalla saat ia mendampingi Presiden Joko Widodo.
Kalla menyatakan pembangunan ekonomi di sektor riil seperti di pasar rakyat lebih penting daripada meningkatkan pertumbuhan di pasar uang seperti saham dan lain sebagainya.
"Finansial penting, tetapi lebih penting lagi produksi karena apabila finansial menjadi yang utama, kalau orang bicara pasar, pasar, saya sendiri tidak nyaman. Pasar apa yang dimaksud? Karena itulah, maka saya katakan, selalu (mementingkan) pasar itu boleh, tetapi yang paling penting itu Pasar Tanah Abang, Pasar Senen," kata Kalla dalam acara Economy and Market Outlook 2015 di Jakarta, Kamis (29/1/2015).
Baca juga: Senja Kala Pasar Tanah Abang: Pengunjung Sepi, Kios Diobral Murah
Menurut Kalla, pandangan yang berkembang selama ini di banyak negara adalah mendewakan pasar keuangan. Banyak yang memandang pasar uang bisa memakmurkan suatu bangsa.
Namun, menurut Kalla, keadaan saat ini justru berbalik. Peningkatan produktivitas sektor riil menjadi lebih penting bagi kemajuan suatu negara.
Ia mencontohkan perekonomian Amerika Serikat yang memburuk karena lebih mengedepankan aktivitas di sektor keuangan.
"AS memakai ekonomi liberal, ini kemudian kita lihat krisis keuangan karena semua lebih banyak pikiran dan aktivitas di sektor keuangan dan finansial, (sementara) industri dan produksinya pindah ke negara lain, seperti China," kata Kalla.
Berbeda dengan Amerika Serikat, Tiongkok justru mengedepankan pembangunan industri produktif.
Baca juga: Kios Pasar Tanah Abang Diobral Murah akibat Pandemi
Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Tiongkok tetap tinggi pada saat AS mengalami krisis keuangan. Tiongkok lalu muncul sebagai negara yang menguasai perekonomian dunia.
"Artinya, yang harus didahulukan produksi, industri, pertanian, baru negara itu bisa tumbuh dengan baik," sambung Kalla.