Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Pertahanan Keamanan, Kenapa Pertahanan Dulu Baru Keamanan?

Kompas.com - 14/07/2021, 08:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEBUAH pertanyaan yang sangat menggelitik tentang kenapa muncul terminologi “pertahanan keamanan”. Pertahanan disebut lebih dulu seolah lebih diutamakan ketimbang keamanan.

Ada beberapa analisis yang dapat dikemukakan. Munculnya istilah “pertahanan keamanan” salah satunya adalah bermula dari istilah Menhankam/ Pangab (Menteri Pertahanan dan Keamanan/ Panglima Angkatan Bersenjata) di era Orde Baru.

Di era Orde Baru Kementrian Pertahanan didominasi atau selalu atau pada umumnya dijabat rangkap oleh Panglima Angkatan Perang atau Panglima Angkatan Bersenjata. Sementara, di awal kemerdekaan dan pada beberapa waktu setelahnya, Kementrian Pertahanan pernah di jabat oleh personel non-militer atau pejabat sipil.

Figur militer yang menduduki Kementrian Pertahanan tidak bisa dielakkan dari siklus perjuangan bangsa dalam merebut dan terutama mempertahankan kemerdekaan.

Kita memang memerlukan sebuah pertahanan negara yang kuat sejak memerdekakan diri dari cengkeraman kolonial Belanda dan pendudukan Jepang.

Itu sebabnya, organisasi angkatan perang kita pada awalnya terstruktur seperti layaknya sebuah tata jejaring pemerintahan pusat yang mengalir ke daerah-daerah terpencil di pedesaan.

Itu sebabnya pula kita memang memerlukan jajaran aparat teritorial yang mapan untuk memudahkan mekanisme kendali dan komando di bidang pertahanan negara.

Kendali dan komando dalam kerangka mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keutuhan NKRI dari rongrongan siapa saja yang mengancam baik dari dalam maupun dari luar.

Dalam perkembangannya kemudian, setelah negeri ini mapan dan berusaha tampil sebagai sebuah negara yang demokratis, munculah ide untuk membenahi institusi negara sebagaimana layaknya sebuah negara dengan paham demokrasi.

Seperti di awal kemerdekaan, jabatan Menteri Pertahanan pun mulai diberikan kepada pejabat sipil. Dengan pertimbangan mendalam, sesekali jabatan Menteri Pertahanan kembali diemban pejabat militer dan atau mantan militer. Ini kebijakan strategis yang biasa-biasa saja.

Persoalan menjadi sangat berbeda ketika sekali lagi dalam upaya tampil sebagai sebuah negara demokratis lembaga kepolisian harus dipisahkan dari sosok organisasi yang melekat pada aparat militer.

Kepolisian memang seharusnya bukanlah organisasi militer. Maka pada momen itulah muncul penafsiran yang agak membingungkan yaitu dipersepsikan bahwa masalah pertahanan adalah urusan TNI dan masalah keamanan menjadi domainnya kepolisian.

Lebih parah lagi adalah pendapat yang mengatakan bahwa TNI urusannya musuh dari luar dan Polri untuk urusan musuh di dalam negeri.

Keamanan nasional

Apabila keamanan diartikan sebagai keamanan dan ketertiban masyarakat tentu tidak jadi soal. Akan lain masalahnya jika keamanan dalam arti keamanan nasional. Patut dikaji lebih jauh apakah pengertian itu sudah tepat atau belum.

Keamanan nasional atau national security sama sekali tidak identik dengan keamanan dan ketertiban masyarakat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com