Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPKM Darurat Jawa-Bali, DPR Kombinasikan WFO-WFH

Kompas.com - 02/07/2021, 08:04 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan mengombinasikan sistem bekerja dari rumah (work from home/WFH) dan bekerja dari kantor (work fom office/WFO) selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, kebijakan itu diambil pimpinan DPR agar agenda-agenda DPR dapat segera rampung.

"Memang ada beberapa yang ditargetkan segera rampung, oleh karena itu kebijakan pimpinan DPR itu dikombinasi antara WFO-WFH," kata Dasco di Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (1/7/2021), dikutip dari keterangan video.

Baca juga: Dua Menteri Hadiri Penghargaan Ikatan Cinta, Anggota DPR Ingatkan Oksigen Langka dan Mahal akibat Pandemi

Politikus Partai Gerindra itu menjelaskan, DPR tidak harus memberlakukan WFH 100 persen karena tidak termasuk dalam sektor non-esensial.

Namun, ia mengatakan, jumlah mereka yang bekerja langsung di Komplek Parlemen pun akan sangat dibatasi hingga di bawah 25 persen.

Dasco pun meyakini, dengan sistem tersebut, kinerja DPR tidak akan terganggu dengan penerapan PPMM darurat.

"Sehingga kita memang membatasi sekali kegiatan WFO-nya, tapi secara daring kegiatan-kegiatan yang harusnya jadi target tidak terganggu dengan kombinasi WFO-WFH," ujar Dasco.

Baca juga: Anggota DPR Menolak Karantina Sepulang dari Luar Negeri, Formappi: Memalukan, Mestinya Jadi Teladan

Diberitakan sebelumnya, ppmerintah menerapkan PPKM darurat untuk Pulau Jawa dan Bali selama 3-20 Juli 2021.

Terdapat sejumlah sektor yang dibatasi selama PPKM darurat berlaku, salah satunya perkantoran yang bergerak di sektor non-esensial wajib menerapkan WFH atau bekerja dari rumah secara penuh.

Pada sektor esensial, karyawan yang boleh bekerja dari kantor atau WFO maksimal 50 persen.

Sektor esensial yang dimaksud meliputi keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan non-penanganan karantina Covid-19, serta industri orientasi ekspor.

Baca juga: Alasan Anggota DPR Guspardi Tolak Karantina Pulang dari Kirgistan: Saya Ingin Ikut Rapat Pansus

Sementara itu, pada sektor kritikal, WFO boleh dilakukan 100 persen dengan protokol kesehatan ketat.

Cakupan sektor kritikal yakni energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan, minuman, dan penunjangnya, petrokimia, semen, obyek vital nasional, penanganan bencana, proyek strategis nasional, konstruksi utilitas dasar (seperti listrik dan air), hingga industri pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com