JAKARTA, KOMPAS.com - Manajemen rumah sakit kini mengalami dilema di tengah lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia.
Pasalnya, di samping harus melayani pasien Covid-19, mereka juga tetap harus menangani pasien non-Covid-19 yang memerlukan perawatan khusus seperti pasien penyakit jantung, ibu hamil, dan lain sebagainya.
Dilema itu diperparah karena rumah sakit-rumah sakit (RS) di Indonesia kini kewalahan menerima pasien Covid-19.
Baca juga: PERSI Sebut Arus Pasien Non-Covid-19 di RS Terdampak Lonjakan Kasus Corona
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Lia G Partakusuma mengatakan, jumlah RS di Tanah Air pada April 2021 ada sebanyak 3.039 dan yang terdaftar anggota Persi ada sebanyak 1.976 RS. B
Dari jumlah tersebut, kata dia, terdapat 904 RS yang mendapat SK dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan pemerintah provinsi setempat yang menjadi RS rujukan Covid-19.
Meskipun demikian, saat ini terdapat lebih dari 2.000 RS yang mengirimkan klaim Covid-19. Dari tren harian data rumah sakit dari Kemenkes, kata dia, terlihat ada angka kenaikan yang signifikan dari 15-19 Juni 2021.
Walaupun tampak sedikit, kata dia, tetapi kenaikan 8.000 hingga 12.000 kasus per hari harus dicermati. "Kami menganggap ini sebagai lonjakan kedua dari masa saat Indonesia mengalami pandemi Covid-19," kata dia.
Ledakan kasus Covid-19 menyebabkan bed occupancy rate (BOR) untuk non-Covid-19 di RS jadi sangat sedikit dan menyebabkan arus pasien terganggu.
Baca juga: PERSI: Rumah Sakit di Indonesia Kewalahan Terima Pasien Covid-19
"Kemudian terjadilah BOR untuk non-Covid-19 sangat sedikit bisa-bisa hanya 10 dari yang biasa. Memang betul cash flow kami terganggu," kata Lia
Pada Mei lalu, kata dia, angka pasien non-Covid-19 ke RS meningkat. Mereka adalah pasien-pasien yang memerlukan pelayanan rutin dan sudah berani untuk datang lagi ke RS. Namun saat ini, kata dia, mulai terjadi penurunan kembali.
"Yang paling kasihan adalah pasien-pasien non-Covid yang merupakan pasien-pasien penyakit esensial. Artinya ada pasien yang harus kontrol kehamilan atau pasien-pasien hipertensi, jantung yang harus kontrol rutin atau penyakit ginjal yang harus cuci darah. Mereka jadi sulit ke rumah sakit," kata Lia.
"Apalagi kalau RS sudah di-switch tidak boleh menerima pasien non-Covid-19 tetapi hanya untuk pasien Covid-19," ujar dia.
Hal tersebut dikarenakan Kementerian Kesehatan menganjurkan jika terpaksa tidak bisa memperluas area perawatan maka akan konversi atau menukar ruang perawatan.
Baca juga: Cegah Lonjakan Jumlah Pasien Covid-19, Pemkab Wonogiri Ajak RSU Swasta Sediakan Tempat Isolasi
Misalnya yang semula ruang rawat pasien non-Covid-19 menjadi untuk pasien yang terinfeksi virus Corona
"Walaupun ini agak merugikan pasien-pasien non-Covid-19. Kami juga sedang mempelajari mungkin saja menjadi angka kematian atau angka kesakitan non-Covid-19 menjadi naik," kata dia.