Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pukat UGM: Sudah Teprediksi BKN dan KPK akan Menghindar jika Diminta Akuntabilitasnya soal TWK

Kompas.com - 18/06/2021, 18:35 WIB
Tatang Guritno,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman telah memperkirakan akan banyak pejabat negara yang menghindar memberikan pernyataan tentang pelaksanaan Tes Wawawan Kebangsaan (TWK) untuk pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Zaenur melihat pola itu pada para pejabat yang institusinya terlibat dalam pelaksanaan TWK.

"Saya melihat pejabat negara seperti Kepala BKN, pimpinan KPK dan institusi lain selalu menghindar ketika diminta akuntabilitasnya soal TWK ini," ujarnya dihubungi Kompas.com, Jumat (18/6/2021).

Baca juga: Mengaku Tak Tahu soal Proses TWK, Komisioner KPK Nurul Ghufron Dinilai Cuci Tangan

Zaenur berpendapat hal itu sudah dapat ditebak sejak awal karena pelaksanaan TWK bermasalah secara hukum.

"Sudah dapat ditebak ketika mereka masing-masing cuci tangan menghindar dari permintaan transparansi dan akuntabilitas oleh publik," ucapnya.

"Karena TWK bermasalah dari dasar hukum, bermasalah pelaksanaannya, dan menimbulkan masalah pada hasilnya," sambung Zaenur.

Zaenur juga berharap agar Komnas HAM dapat melakukan penyelidikan intensif sehingga tidak ada pelanggaran HAM yang merugikan 75 pegawai KPK yang diberhentikan.

"Saya berharap Komnas HAM punya kesimpulan yang nantinya berguna untuk memastikan terpenuhinya hak-hak warga negara yaitu para pegawai KPK yang tidak lolos tersebut," terang dia.

Baca juga: Keterangan Kepala BKN soal TWK Dibutuhkan, Komnas HAM: Tidak Bisa Diwakilkan

Diketahui berdasarkan asesmen TWK terdapat 75 pegawai KPK yang diberhentikan.

Lalu dari 75 pegawai itu 24 orang dinyatakan masih bisa menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan mengikuti pendidikan wawasan kebangsaan.

Sementara 51 sisanya tetap dinyatakan tak memenuhi syarat karena dinilai memiliki rapor merah pada hasil tes itu.

TWK dianggap oleh sejumlah koalisi masyarakat sipil tidak sesuai dengan ketentuan hukum.

Baca juga: Komnas HAM Sebut Ada Perbedaan Keterangan Wakil Ketua KPK dan Staf BKN soal Proses TWK

Pasalnya revisi Undang-Undang KPK yaitu UU Nomor 19 Tahun 2019 tidak menyaratkan pelaksanaan TWK sebagai syarat alih status pegawainya.

Revisi UU KPK itu hanya menyebutkan bahwa pegawai KPK wajib berganti statusnya menjadi ASN.

Namun ketentuan TWK menjadi syarat dan mekanisme yang harus ditempuh para pegawai KPK diatur dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom KPK) Nomor 1 Tahun 2021.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com