JAKARTA, KOMPAS.com - Pertimbangan majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dalam putusan banding yang meringankan hukuman Jaksa Pinangki Sirna Malasari dinilai tidak adil.
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Charles Simabura, menyoroti pertimbangan hakim soal kondisi Pinangki sebagai seorang ibu dari anak berusia empat tahun.
Sebab, penerapan pertimbangan tersebut tidak melulu berlaku bagi terdakwa perempuan dalam kasus-kasus lain.
"Ini kan tidak adil pada kasus-kasus lain," ujar Charles saat dihubungi, Selasa (15/6/2021).
Baca juga: Pengurangan Hukuman Pinangki Dinilai Jadi Pintu Masuk Meringankan Vonis Djoko Tjandra
Di sisi lain, lanjut Charles, Pinangki merupakan pelaku tindak pidana korupsi dan bukan seorang korban.
Menurut Charles, Pinangki secara sengaja terlibat dalam perkara pengurusan fatwa bebas di Mahkamah Agung untuk terpidana kasus Bank Bali, Djoko Tjandra.
Ia berpandangan, negara dapat turut bertanggung jawab dalam mengurus sang anak selama Pinangki menjalani hukuman.
"Kalau dia memang punya anak kecil, negara kan juga bertanggung jawab untuk itu. Dan tanggung jawab pada anak kan bukan hanya pada ibu," ujarnya.
"Harus ada juga mekanisme di mana yang bersangkutan menjalani hukuman dan anaknya tetap mendapatkan kasih sayang," tambah Charles.
Charles mengatakan, pengurangan hukuman Pinangki menjadi empat tahun bukan solusi. Sebab, sang anak akan tetap ditinggalkan oleh ibunya.
"Kalau logika itu dipakai, bagaimana dengan hukuman empat tahun? Kan tetap saja memisahkan dia dan anaknya, cuma waktunya lebih singkat," ucapnya.
Baca juga: Pemangkasan Hukuman Pinangki Dinilai Kurangi Efek Jera bagi Koruptor
Ia mengatakan, Pinangki semestinya mengukur risiko yang akan ia dapatkan ketika terlibat dalam tindak pidana korupsi.
Charles menegaskan sangat tidak adil jika kini negara dan publik harus berkompromi dengan situasi Pinangki sebagai seorang perempuan dan ibu.
"Apakah pada saat dia melakukan perbuatan dia tidak memikirkan dampak bagi anak dan keluarga? Begitu mendapatkan hukuman, negara dan publik dipaksa harus mengkompromikan kondisi yang bersangkutan dan ini jelas tidak adil," tutur Charles.
Adapun, Pinangki dijatuhi vonis 10 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).