Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dinilai Paling Bertanggung Jawab, Presiden Diminta Lantik Seluruh Pegawai KPK Jadi ASN

Kompas.com - 30/05/2021, 08:54 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Peneliti Dewi Keadilan Social Justice Mission meminta Presiden Joko Widodo bertanggung jawab dalam proses alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang belakangan menuai polemik.

Jokowi diminta melantik seluruh pegawai KPK menjadi ASN, tanpa terkecuali.

"Saran kepada Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan untuk menjalankan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika dengan melantik seluruh pegawai KPK menjadi ASN," kata tim peneliti, Feri Amsari, melalui siaran pers yang diterima Kompas.com, Minggu (30/5/2021).

Baca juga: 51 Pegawai KPK Diberhentikan, PKS Nilai KPK di Titik Nadir

Adapun selain Feri Amsari, tim peneliti terdiri dari Lalola Easter Kaban, Fadli Ramadhanil, Usman Hamid, Nanang Farid Syam, Laras Susanti, dan Erwin Natosmal Oemar.

Para peneliti menilai bahwa presiden sedari awal bertanggung jawab dalam proses alih status pegawai KPK. Hal ini dibuktikan dengan keterlibatan presiden dalam merevisi UU KPK bersama DPR.

Meskipun perubahan UU KPK merupakan usulan DPR, tetapi, tanpa persetujuan presiden mustahil sebuah rancangan UU dapat dibahas lebih lanjut.

Baca juga: Soal Polemik TWK, PGI Minta Jokowi Turun Tangan Selamatkan KPK

"Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 merupakan rencana bersama presiden dan DPR untuk mengalihstatuskan pegawai KPK menjadi ASN," ujar Feri.

Pada titik tertentu, lanjut Feri, presiden merancang dirinya untuk dapat mengendalikan seluruh ASN yang ada. Namun, dalam konteks pegawai KPK, ternyata kepala negara tidak mengambil tindakan yang nyata.

Hal itu dibuktikan dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.

Baca juga: Ray Rangkuti Nilai Alasan Pemberhentian 51 Pegawai KPK Tak Bisa Dibina adalah Penghinaan

Pasal 3 PP tersebut mengatur bahwa presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan PNS berwenang menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS.

Oleh karenanya, jika presiden menghendaki, maka pegawai KPK dengan mudah dapat dialih-statuskan menjadi PNS, tanpa perlu sesuai kehendak pimpinan KPK sama sekali.

"Jadi apabila ditanyakan siapakah yang paling bertanggung jawab dalam mengangkat dan memberhentikan pegawai KPK atau pengalihstatusan pegawai KPK menjadi ASN? Jawabnya satu, Presiden Joko Widodo," ujar Feri.

Presiden diminta tak lari dari tanggung jawabnya dengan membiarkan 51 dari 75 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam proses alih status pegawai menjadi ASN diberhentikan begitu saja.

"Presiden tidak dapat lari dari tanggung jawabnya dengan mencoreng nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika dengan membenarkan isi materi tes wawasan kebangsaan alih status pegawai KPK tersebut," tutur Feri.

Sebelumnya diberitakan, 51 dari 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK diberhentikan karena dinilai tidak bisa mengikuti pelatihan dan pembinaan lanjutan.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, hanya ada 24 pegawai yang dinilai layak mengikuti pelatihan dan pendidikan wawasan kebangsaan. Setelah mengikuti pelatihan lanjutan, 24 pegawai itu dapat diangkat menjadi ASN.

Adapun Presiden Jokowi sebelumnya mengatakan, hasil TWK tidak serta-merta bisa dijadikan dasar untuk memberhentikan para pegawai yang tidak lolos tes. Seharusnya, hasil tes menjadi masukan untuk memperbaiki KPK.

"Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK dan tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes," kata Jokowi dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (17/5/2021).

Pemberhentian 51 pegawai KPK itu pun menuai kritik dan dinilai sebagai bentuk pembangkangan terhadap presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com