Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyadapan Tak Perlu Izin Dewas, MAKI: Mengembalikan Independensi KPK

Kompas.com - 05/05/2021, 16:04 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam uji materil Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) terkait penyadapan, penyitaan dan penggeledahan.

MK menyatakan, penyadapan, penyitaan dan penggeledahan oleh KPK tidak lagi membutuhkan izin tertulis dari Dewan Pengawas (Dewas).

Koordinator MAKI Boyamin Saiman menilai, perubahan ketentuan itu mengembalikan independensi KPK. Pasalnya, ketentuan mengenai izin Dewas tersebut tidak diatur dalam UU KPK yang lama.

“Itu menguntungkan KPK dari sisi independensi dan kecepatan, karena KPK itu dibentuk independen dan cepat,” kata Boyamin kepada Kompas.com, Rabu (5/5/2021).

Baca juga: Putusan Uji Materi UU KPK: Penyadapan, Penggeledahan, Penyitaan Tak Perlu Izin Dewan Pengawas

Boyamin mengatakan, ketentuan mengenai izin tertulis dari Dewas berpotensi menyebabkan kebocoran informasi.

Pasalnya, penyidik harus melewati proses yang panjang sebelum mendapatkan izin tertulis Dewas KPK.

Boyamin menilai putusan MK tersebut memangkas rumitnya birokrasi dalam proses penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan.

“Jadi ini sebenarnya ya dari kacamata yang sebagian ini cukup lumayan, artinya untuk memangkas birokrasi dari izin geledah, sita, dan sadap,” ujarnya.

Baca juga: Hormati Putusan MK, Dewas KPK Tak Lagi Terbitkan Izin Penyadapan, Penggeledahan, dan Penyitaan

Menurut Boyamin, putusan MK tersebut sudah tepat serta tidak menghilangkan peran Dewas KPK.

Sebab, ia menilai Dewas memiliki tugas dan fungsi sebagai Dewan Etik yang mengawasi kinerja KPK agar tidak melanggar kode etik.

“Jadi ini prinsipnya mengembalikan marwah Dewan Pengawas itu sebenarnya menjadi dewan etik yang sifatnya mengawasi kinerja dalam pengertian untuk profesional dan tidak melanggar etik,” ucapnya.

Adapun MK mengabulkan sebagian permohonan uji materil UU KPK yang diajukan sejumlah akademisi.

Pemohon uji materil yakni, Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Fathul Wahid, Dekan Fakultas Hukum UII Abdul Jamil, Direktur Pusat Studi HAM UII Yogyakarta Eko Riyadi, dan Direktur Pusat Studi Kejahatan Ekonomi FH UII Yogyakarta Ari Wibowo.

Baca juga: Putusan MK Tegaskan KPK Berwenang Terbitkan SP3 Dua Tahun Setelah SPDP

Ketentuan mengenai izin tertulis Dewan Pengawas terkait penyadapan diatur dalam Pasal 12B ayat (1) UU KPK.

Kemudian, izin terkait penggeledahan dan penyitaan diatur dalam Pasal 47 ayat (1) UU KPK.

Pasca-putusan MK, penyidik KPK tidak lagi memerlukan izin tertulis dari Dewas sebelum melakukan penyadapan, penggeledahan dan penyitaan.

Penyidik hanya perlu memberitahukan kepada Dewas paling lambat 14 hari setelah penyadapan, penggeledahan dan penyitaan selesai dilaksanakan.

“Mahkamah menyatakan tindakan penyadapan yang dilakukan pimpinan KPK tidak memerlukan izin dari Dewan Pengawas, namun cukup dengan memberitahukan kepada Dewan Pengawas yang mekanismenya akan dipertimbangkan bersama-sama,” kata Hakim Konstitusi, Aswanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com