JAKARTA, KOMPAS.com – Raden Ajeng Kartini, yang setelah menikah mendapat gelar Raden Ayu, dilahirkan dan tumbuh besar pada zaman di saat kaum perempuan tidak memiliki kebebasan untuk mengenyam pendidikan yang tinggi layaknya perempuan masa kini.
Pada akhir abad ke-19, kaum perempuan tidak bisa bebas melakukan aktivitas di luar rumah karena mereka terbelenggu adat istiadat dan budaya kehidupan bangsawan pada masanya.
Saat itu, kaum perempuan yang sudah akil baligh wajib dipingit sehingga terbatas dalam berkegiatan di luar rumah.
Baca juga: Kartini, Raden Ajeng yang Kesal Dipanggil dengan Gelar Bangsawannya
Kartini pun mengalami tradisi itu sejak berusia 12 tahun. Ia dilarang untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi oleh ayahnya sendiri.
Meskipun lingkungan sekitarnya memandang kaum perempuan tidak setara dengan laki-laki, namun RA Kartini meyakini bahwa perempuan di Hindia Belanda justru harus mengenyam pendidikan yang setara dengan kaum laki-laki.
Bagi Kartini, kaum perempuan seharusnya memiliki pendidikan yang baik karena kaum perempuan sangat berpengaruh bagi kehidupan anak-anaknya kelak.
Kartini merasa kaum perempuan akan memiliki pengaruh dan tugas besar sebagai seorang ibu yang juga menjadi pendidik bagi anak-anaknya.
Ia tidak pernah menginginkan akses pendidikan bagi kaum perempuan sebagai wujud egosektoral untuk menyaingi kaum laki-laki.
Baca juga: Surat-surat Kartini, Sebuah Perkenalan...
Pemikirannya ini juga ditulis Kartini dalam suratnya kepada Prof Anton beserta istrinya pada 4 Oktober 1902, dilansir dari buku Surat-surat Kartini. Renungan tentang dan untuk Bangsanya (1979) yang diterjemahkan Sulastin Sutrisno:
"Apabila kami di sini minta, ya mohon, mohon dengan sangat supaya diusahakan pengajaran dan pendidikan bagi anak-anak perempuan, bukanlah karena kami hendak menjadikan anak-anak perempuan menjadi saingan orang laki-laki dalam perjuangan hidup ini."
Sayangnya, pemikiran Kartini saat itu masih sulit diterima masyarakat pada zamannya. Kartini pun sangat menyadari konsekuensi atas pemikiran dan cita-cita yang ingin diwujudkannya terhadap kaum perempuan.
Baca juga: Kartini dan Pemikiran tentang Perempuan Berani, Mandiri, dan Penuh Perjuangan...
Di zaman yang memandang bahwa kaum perempuan tidak sertara dengan kaum laki-laki, tentunya akan sulit bagi Kartini untuk mewujudkan cita-citanya itu.