Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dugaan Suap Pemeriksa Pajak, KPK Diminta Usut Keterlibatan Pejabat Tinggi DJP

Kompas.com - 03/03/2021, 17:34 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas kasus dugaan suap yang melibatkan pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.

Koordinator ICW Adnan Topan Husodo mengatakan, KPK harus mengusut keterlibatan pejabat tinggi Ditjen Pajak dalam kasus itu untuk memberikan efek jera.

"Mesti dikejar, apakah penyuapan itu melibatkan pejabat tinggi. Kalau lolos-lolos saja, nanti enggak akan ada efek jera," kata Adnan saat dihubungi, Rabu (3/3/2021).

Adnan melanjutkan, KPK juga harus memastikan proses hukum dalam kasus ini dijalankan secara tegas dan tidak pandang bulu.

Baca juga: Pegawai Ditjen Pajak Diduga Terlibat Suap, Sri Mulyani: Pengkhianatan dan Lukai Perasaan

Menurut dia, hal itu dapat memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi.

"Jika memang pelakunya adalah elit birokrasi di Ditjen Pajak, proses hukumnya harus dijalankan secara tegas, objektif, tidak pandang bulu, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan hari ini kembali pulih," kata dia.

Terlebih, kasus ini terjadi di kantor pajak yang merupakan kantor di mana negara sangat bergantung untuk mendapatkan pemasukan dan dalam situasi pertumbuhan ekonomi yang minus karena pandemi.

Ia menambahkan, dugaan korupsi yang tengah diusut KPK itu juga menunjukkan selalu ada celah praktik penyimpangan, khususnya di jajaran elit yang tidak terjangkau oleh sistem pengawasan internal.

Baca juga: Pegawai Pajak yang Diduga Terlibat Suap Miliaran Rupiah Dibebastugaskan

"Menteri Keuangan harus mendukung penuh kerja KPK dalam penyidikan ini, dan sekaligus ikut membantu mengungkap siapa pelaku-pelaku sebenarnya," kata Adnan.

Diberitakan sebelumnya, KPK tengah mengusut dugaan suap terkait pajak dengan nilai suap mencapai puluhan miliar Rupiah.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan, modus dalam kasus suap ini serupa dengan kasus-kasus yang pernah ditangani KPK sebelumnya yakni wajib pajak menyuap pemeriksa pajak agar nilai pajaknya menjadi rendah.

"Nilai suapnya besar juga, puluhan miliar. Tidak salah itu juga melibatkan tim pemeriksa. Kalau di pajak kan modusnya seperti itu, bagaimana caranya supaya WP (wajib pajak) bayar pajak rendah dengan cara menyuap pemeriksanya agar pajaknya diturunkan," kata Alex, Selasa (2/3/2021).

Baca juga: Sri Mulyani Berpesan ke Wajib Pajak agar Tak Beri Imbalan ke Pegawai Pajak

Alex menuturkan, penanganan perkara itu sudah masuk tahap penyidikan. Namun, ia belum mengungkap pihak-pihak mana yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Ia mengatakan, penyidik KPK masih bekerja mengumpulkan bukti-bukti dalam kasus tersebut sebelum mempublikasikan informasi detil terkait perkara itu ke hadapan publik.

"Nanti kalau sudah alat buktinya cukup, tentu akan kami ekspose. Ekspos kepada teman-teman wartawan biar teman-teman penyidik sekarang bekerja sehingga buktinya cukup kuat. Nanti kami tetapkan tersangka langsung kami tahan orangnya," ujar Alex.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com