Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Maqdir Ismail: Penyataan Wamenkumham Soal Hukuman Mati Bisa Beratkan Penegak Hukum

Kompas.com - 18/02/2021, 15:06 WIB
Irfan Kamil,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara mantan Menteri Sosial Juliari Batubara, Maqdir Ismail menilai, penyaataan hukuman mati untuk kliennya yang dimunculkan oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej dapat menjadi beban aparat penegak hukum.

Seperti diketahui, Juliari merupakan tersangka kasus dugaan suap bantuan sosial Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek.

Menurut Maqdir, dalam kaitanya dengan perkara yang sedang ditangani oleh KPK atau Kejaksaan Agung dan Kepolisian, sebaiknya pejabat tidak mengumbar pernyataan-pernyataan demikian.

“Komentar seperti ini selain memberatkan penegak hukum, hal itu akan mempengaruhi opini publik, yang belum tentu berakibat baik bagi proses hukum yang sedang berjalan,” kata Maqdir kepada Kompas.com, Kamis (18/2/2021).

“Pernyataan Wamen ini sadar atau tidak sadar akan digoreng sebagai tuntutan politik dalam penegakan hukum,” ucap dia.

Baca juga: Soal Hukuman Mati untuk Juliari Batubara, Maqdir Ismail: Overcriminalization

Maqdir mengatakan, kalau hal itu terjadi, maka yang dirugikan adalah seluruh warga negara. Sebab, menurutnya, yang akan terjadi adalah perdebatan yang tidak perlu mengenai penjatuhan hukuman mati terhadap orang diduga melakukan perbuatan pidana korupsi.

Selain itu, Maqdir menilai, wacana tuntutan hukuman mati yang ramai diperbincangkan terlalu berlebihan.

Ia berpendapat, tidak ada keadaan yang dapat digunakan untuk menghukum atau menuntut Jualiari Batubara dengan hukuman atau tuntutan hukuman mati.

“Apa yang dikemukan oleh Pak Wamen ini adalah bentuk dari sikap yang dalam kepustakaan biasa disebut sebagai ‘overcriminalization’,” ucap Maqdir.

Maqdir menyebut, kecenderungan untuk melakukan overcriminalization sudah dikecam oleh para ahli hukum sejak lama.

Alasan utama, kata dia, dengan adanya overcriminalization ini, orang akan dihukum tidak sesuai dengan kesalahannya.

Overcriminalization ini adalah bentuk nyata dari pelanggaran hak asasi atas nama penegakan hukum,” ujar Maqdir.

Baca juga: Wakil Ketua KPK Sebut Mantan Mensos Juliari Batubara Bisa Dijatuhi Hukuman Mati

Lebih jauh, Maqdir membenarkan terkait Pasal 2 Ayat 2 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang ramai dibicarakan jadi tuntutan tersebut adalah UU yang masih berlaku.

“Tapi jangan lupa, aturan tentang hukum mati dalam perkara korupsi hanya ada di beberapa negara komunis dan Indonesia. Tidak dianut lagi oleh negara demokrasi,” kata Maqdir.

“Apalagi, ukuran untuk menjatuhkan hukuman mati yang dijelaskan oleh penjelasan Pasal 2 Ayat (2) ini sangat longgar interpretasinya,” ucap dia.

Adapun, ancaman hukuman mati tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 menyatakan, "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)".

Sementara Pasal 2 ayat (2) menyebutkan, "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan".

Sedangkan penjelasan Pasal 2 Ayat (2) menyatakan, "Yang dimaksud dengan 'keadaan tertentu' dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Nasional
Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Nasional
Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Nasional
Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com