Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Alami Gagal Ginjal Stadium 5, Wanita Ini Berjuang Hidup dengan Lakukan Cuci Darah

Kompas.com - 04/11/2020, 10:32 WIB
Maria Arimbi Haryas Prabawanti,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Ketua Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Cabang Bekasi Nia Andriani, terus berjuang melawan penyakit gagal ginjal stadium 5.

Nia bercerita, awalnya dia divonis menderita penyakit tersebut pada 2012, dengan disertai hipertensi atau darah tinggi.

“Waktu itu saya drop, lalu dibawa ke Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit (RS) Elisabeth Bekasi. Tekanan darah saya 200 per 100. Dokter sudah curiga, karena usia saya tergolong masih muda,” ujar Nia kepada Kompas.com melalui telepon, Senin (2/11/2020).

Dari situ, sambung Nia, ia diminta menjalani cek laboratorium secara keseluruhan. Hasil pemeriksaan pun menunjukkan, kedua ginjalnya sudah mengecil, satu 70 persen, satu 30 persen.

Baca juga: Penderita Gagal Ginjal Ini Gratis Cuci Darah Dua Kali Seminggu berkat Jaminan BPJS Kesehatan

Melihat kondisi tersebut, dokter meminta Nia melakukan cangkok ginjal. Namun mengingat proses yang rumit dan biaya cukup besar, ia disarankan melakukan hemodialisa (HD) saja.

Sebagai informasi, hemodialisa atau cuci darah adalah prosedur yang dilakukan untuk menggantikan fungsi ginjal dalam menyaring darah.

Sayangnya, saat itu belum banyak rumah sakit (rs) di Bekasi yang menyediakan unit HD. Hanya RS Umum Daerah (RSUD) saja yang melayani. Itu pun harus menunggu karena terdapat antrean waiting list.

“Padahal kan taruhannya nyawa, makanya orangtua saya langsung membawa saya ke RS Kedoya, Jakarta Barat agar bisa langsung pasang alat akses HD dan besoknya cuci darah,” imbuhnya.

Baca juga: Ibu Ini Bersyukur JKN-KIS Tanggung Biaya Cuci Darah Suaminya

Setelah tiga bulan berobat di rs tersebut, Nia dirujuk ke rs di Jatiwaringin agar biayanya lebih murah, yakni Rp 1 juta per HD.

“Jadi dirujuk agar labih hemat, soalnya di Kedoya biaya berangkat saja Rp 200.000, total pulang pergi hampir Rp 500.000, HD-nya Rp 1,2 juta, belum suntikan dan obat tambahannya,” tuturnya.

Setelah satu tahun menjalani perawatan, berbagai aset Nia dan keluarga pun dijual untuk biaya HD. Apalagi saat itu ayah Nia meninggal dunia, sehingga mereka harus lebih berhemat.

Wanita yang sehari-hari tinggal di Jati Asih, Bekasi itu mengatakan, saat menjalani HD, dirinya harus mengikuti anjuran dan pantangan yang diberi dokter.

Baca juga: Cuci Darah: Pengertian, Proses, Efek Samping

Contohnya seperti melakukan HD tiga kali dalam seminggu, serta mengonsumsi berbagai obat dan vitamin sesuai resep.

“Pantangannya tidak boleh makan pisang dan belimbing, karena racun dalam buah itu bisa berbahaya untuk pasien HD,” ujarnya.

Tak hanya itu, Nia menuturkan, untuk minum, dirinya juga sangat dibatasi, maksimal 600 mililiter (ml) per hari.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com