Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menaker Sebut Aksi Demo di Tengah Pandemi Covid-19 Tidak Bijak

Kompas.com - 27/10/2020, 15:06 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah memahami aksi demo yang dilakukan serikat buruh, pekerja dan mahasiswa dalam menolak Undang-Undang Cipta Kerja merupakan hak untuk menyampaikan aspirasi.

Namun, Ida menilai, sikap sejumlah serikat buruh untuk tetap menggelar aksi demo tidak bijak karena pandemi Covid-19 belum berakhir.

"Saya mengingatkan kepada teman-teman semua. Krisis Covid-19 ini belum usai, vaksin sedang diupayakan. Maka menurut saya menjadi tidak bijak demo dalam kondisi seperti saat ini," kata Ida dalam talk show BNPB bertajuk Update KPCPEN: Prinsip Keamanan Vaksin Covid-19 secara virtual, Selasa (27/10/2020).

Baca juga: Menaker: Buruh Bekerja Saat Cuti Bersama Berlaku Upah Lembur

Ida mengatakan, ruang untuk menyampaikan aspirasi sangat terbuka. Menurut Ida, saat ini pemerintah mulai membahas rancangan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan turunan dari UU Cipta Kerja.

Ia mengatakan, serikat buruh dan pekerja bisa ikut dalam perumusan PP.

"Di situ lah ruang dari serikat pekerja, ruang bagi pengusaha untuk duduk kembali merumuskan rancangan peraturan pemerintah nya," ujar Ida.

Selain itu, kata Ida, pihak-pihak yang menolak UU Cipta Kerja dapat mengajukan judicial review atau pengujian undang-undang ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Di luar itu tentu saja hak untuk melakukan judicial review itu sangat terbuka, teman-teman juga belum merasa terakomodasi melalui PP masih ada pilihan judicial review," pungkasnya.

Baca juga: KSPI Akan Kembali Gelar Demo pada 2 November 2020

Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan beberapa serikat buruh lain akan kembali menggelar aksi unjuk rasa yang dipusatkan di Mahkamah Konstitusi (MK) dan Istana Negara Jakarta, pada Senin (2/11/2020).

"Sebelumnya saya mengatakan (aksi dilaksanakan) tanggal 1 November 2020. Ternyata tanggal satu adalah hari Minggu, jadi yang benar adalah 2 November, hari Senin," kata Presiden KSPI Said Iqbal.

Said menjelaskan, pihaknya mengambil keputusan tersebut sebab berkembang informasi Presiden Jokowi akan menandatangani UU Cipta Kerja pada tanggal 28 Oktober 2020.

Setelah itu akan ada libur panjang dari tanggal 29 hingga 31 Oktober 2020. Karena itu KSPI dan beberapa serikat buruh berencana akan melakukan aki pada tanggal 2 November 2020.

Baca juga: KSPI Akan Ajukan Pengujian UU Cipta Kerja ke MK dan Gelar Aksi selama Sidang

 

Aksi digelar dengan agenda menuntut MK membatalkan omnibus law UU Cipta Kerja, serta meminta Presiden menerbitkan perppu guna membatalkan UU Cipta Kerja.

Pada tanggal tersebut, KSPI, KSPSI, AGN, dan 32 federasi/konfederasi serikat buruh lainnya juga akan mengajukan permohonan judicial review ke MK.

"Aksi nasional buruh pada 2 November tersebut dilakukan serempak di 24 propinsi dan 200 kabupaten/kota yang diikuti ratusan ribu buruh. Sedangkan aksi di Istana dan Mahkamah Konstitusi diikuti puluhan ribu buruh," ucap Said.

Selain di Jakarta, aksi akan digelar juga di Depok, Bogor, Tangerang Raya, Serang, Cilegon, Karawang, Bekasi, Purwakarta, Subang, Indramayu, dan sejumlah daerah lain.

"Aksi KSPI dan serikat buruh lainnya ini adalah aksi antikekerasan, nonviolence. Aksi ini diselenggarakan secara terukur, terarah, dan konstitusional. Aksi tidak boleh anarkis dan harus damai serta tertib," ujar dia.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com