Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Draf Final RUU Cipta Kerja Belum Ada, Presiden dan DPR Dinilai Lakukan Disinformasi

Kompas.com - 12/10/2020, 15:10 WIB
Tsarina Maharani,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari berpendapat pemerintah dan DPR sebagai sumber disinformasi soal RUU Cipta Kerja.

Sebab, hingga hari ini, draf final RUU Cipta Kerja masih simpang siur meski telah disahkan pada pekan lalu.

"Presiden dan DPR adalah sumber hoaks dan disinformasi ini. Mereka-lah pelaku sesungguhnya," ujar Feri saat dihubungi, Senin (12/10/2020).

Karena itu, dia mengaku heran dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut aksi penolakan UU Cipta Kerja disebabkan disinformasi atau hoaks yang beredar di masyarakat.

Baca juga: YLBHI Nilai Langkah Polri Usut Isu Hoaks UU Cipta Kerja Sebagai Intimidasi

Menurut Feri, seharusnya DPR dan pemerintah yang paling bertanggungjawab memberikan informasi secara terang benderang soal UU Cipta Kerja.

"Bagaimana pemerintah bisa menyatakan ada disinformasi atau hoaks. Padahal yang memberikan informasi tanggung jawab mereka. Kan ada ketentuan soal asas keterbukaan, lalu partisipasi publik," katanya.

Feri pun mengaku curiga draf final RUU Cipta Kerja sengaja disembunyikan DPR dan pemerintah.

Ia mengatakan, sejak awal proses pembentukan RUU Cipta Kerja sudah cacat prosedur.

Baca juga: Draf Belum Jelas, YLBHI Pertanyakan alasan Polri Tangkap Penyebar Hoaks UU Cipta Kerja

DPR dan pemerintah dinilai menabrak ketentuan peraturan pembentukan perundangan-undangan, salah satunya soal pelibatan publik.

"Memang dari awal kan tidak sehat. Seharusnya, sejak awal naskah akademik itu termasuk draf RUU. Dari perancangan hingga pengesahan sudah ada draf itu. Bayangkan, dari hulu hingga hilir tapi tidak ada RUU-nya," tuturnya.

"Ini mungkin proses pembentukan perundang-undangan paling gila di era reformasi dan betul-betul terbuka pelanggarannya dan diabaikan pula," imbuh Feri.

DPR sendiri mengakui bahwa belum ada draf final RUU Cipta Kerja. Merujuk pada UU Nomor 12/2011, mereka beralasan memiliki waktu selama tujuh hari untuk menyerahkan RUU kepada presiden.

Baca juga: Draf UU Cipta Kerja Belum Final, Polisi Dinilai Tak Bisa Tetapkan Tersangka Hoaks

Pasal 72 ayat (2) menyatakan DPR menyampaikan RUU dalam jangka waktu paling lama tujuh hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Artinya, hari ini semestinya jadi hari terakhir bagi DPR untuk segera menyerahkan RUU kepada presiden.

Namun, DPR berkukuh bahwa yang dimaksud dalam UU adalah tujuh hari kerja, sehingga mereka dapat menyerahkan RUU kepada presiden selambat-lambatnya pada Rabu (14/10/2020).

"Kalau pada UU 12/2011, seingat saya, memang tujuh hari (sejak pengesahan). Bukan tujuh hari kerja. Kalau Tata Tertib (DPR) berbeda berarti bertentangan dengan UU. Artinya, kalau tujuh hari, hari ini terakhir," ujar Feri.

Baca juga: Hoaks Fakta Sepekan: Cek Fakta Seputar UU Cipta Kerja

Presiden Jokowi, Jumat (9/10/2020), mengatakan, aksi unjuk rasa penolakan atas UU Cipta Kerja dilatarbelakangi oleh disinformasi dan hoaks.

Beberapa misinformasi itu, misalnya, terkait penghapusan ketentuan soal upah minimun provinsi, upah minimum kabupaten, dan upah minimum sektoral provinsi.

"Saya melihat adanya unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja yang pada dasarnya dilatarbelakangi oleh disinformasi mengenai substansi dari UU ini dan hoaks di media sosial," kata Jokowi dalam konferensi pers virtual dari Istana Kepresidenan Bogor.

Adapun polisi telah menangkap seorang perempuan berinisial VE (36), pemilik akun Twitter @videlyaeyang, karena diduga menyebarkan berita bohong terkait UU Cipta Kerja. VE ditangkap polisi di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (8/10/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com