JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pihak telah mengusulkan penundaan Pilkada Serentak 2020. Berbagai usulan itu memiliki pertimbangan yang sama, yakni kondisi pandemi di Indonesia dan kekhawatiran munculnya klaster penularan Covid-19 selama pilkada.
Terbaru, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI) merekomendasikan pemerintah untuk menunda pelaksanaan pilkada pada tahun ini
Hal tersebut diungkapkan Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Firman Noor dalam konferensi persnya, Kamis (1/10/2020).
Menurut LIPI, keputusan tetap melaksanakan pilkada di tengah tingginya angka penularan virus corona dan pandemi Covid-19 bukan sesuatu yang bijak dilakukan.
Baca juga: Rekomendasi LIPI dan Desakan NU-Muhammadiyah untuk Tunda Pilkada 2020...
Terlebih, saat ini kondisi kasus Covid-19 di Indonesia masih terus bertambah serta belum terkendali.
Sebelum LIPI, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ( PBNU) dan PP Muhammadiyah juga meminta supaya pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 ditunda.
Namun, desakan PBNU dan PP Muhammadiyah yang merupakan organisasi massa terbesar di Indonesia tidak didengarkan.
Pemerintah bersama DPR memutuskan Pilkada 2020 jalan terus dan hari pemungutan suara tetap digelar pada 9 Desember 2020.
Baca juga: PP Muhammadiyah: Apa Gunanya Pilkada kalau Rakyat Sakit dan Meninggal?
Di tengah perkembangan kondisi tersebut, sejumlah peristiwa penularan Covid-19 terjadi selama tahapan pilkada.
Sejumlah peserta pilkada hingga penyelenggara pilkada terkonfirmasi positif Covid-19. Bahkan, ada peserta pilkada yang meninggal dunia setelah tertular penyakit tersebut.
Berikut ini rangkuman kejadian penularan Covid-19 selama tahapan Pilkada 2020:
Ancaman penularan Covid-19 mulai meluas di kalangan penyelenggara pilkada. Pada 7 Juni 2020, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Ratna Dewi Pettalolo dinyatakan positif tertular Covid-19.
Ratna merupakan penyelenggara pilkada di tingkat pusat yang pertama kali tertular penyakit tersebut.
Baca juga: Anggota Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo Positif Covid-19