JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik Bareskrim Polri berencana memeriksa saksi dari tiga bank swasta terkait kasus pembobolan Bank BNI lewat letter of credit (L/C) fiktif dengan tersangka Maria Pauline Lumowa.
“Penyidik juga akan melakukan pemeriksaan terhadap tiga bank swasta terkait dengan aliran dana dengan L/C fiktif tersebut,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Selasa (28/7/2020).
Namun, ia tak menyebutkan tiga bank yang dimaksud.
Baca juga: Bareskrim Kembali Periksa Maria Pauline Lumowa
Dari hasil penyidikan sementara, polisi mendapati saksi berinisial RK yang merupakan direktur PT MT menandatangani sejumlah dokumen untuk Maria.
Pada tahun 2003, kata Awi, PT MT mencairkan L/C sebesar 4,83 juta euro yang kemudian dikonversi ke dollar Amerika Serikat.
Lalu, Maria selaku pemilik perusahaan memerintahkan untuk mentransferkan nominal tersebut ke dua perusahaan, yaitu PT APB dan PT OMI.
Dari keterangan polisi, Maria berperan sebagai pengambil keputusan atau orang penting dalam mengendalikan Grup Gramarindo yang menaungi delapan perusahaan.
Menurut Awi, grup perusahaan milik Maria tersebut telah mengajukan puluhan L/C kepada BNI.
“Grup Gramarindo sendiri telah mengajukan 40 slip L/C ke bank BNI senilai 76.943.093,30 dollar AS kemudian 56.114.446,50 euro,” tutur dia.
Baca juga: Diperiksa 8,5 Jam, Maria Pauline Lumowa Hadapi 27 Pertanyaan Penyidik
L/C tersebut diajukan melalui PT TJP (5 L/C), PT FK (2 L/C), PT MUEI (9 L/C), PT GMI (8 L/C), PT BNK (7 L/C), PT BSM (6 L/C), PT FM (2 L/C), dan PT MT (1 L/C).
Selanjutnya, penyidik berencana memeriksa RK kembali untuk mendalami peran Maria.
“Melakukan peneriksaan lanjutan terhadap RK terkait dengan penunjukkan dirinya sebagai direktur PT MT, kemudian mengkonfirmasi surat pernyataan serta memperdalam peran tersangka,” ucap dia.
Maria Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru senilai Rp 1,7 triliun lewat letter of credit (L/C) fiktif.
Kasusnya berawal pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003.
Ketika itu, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp 1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.