Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Adang Daradjatun
Anggota Komisi III DPR RI

Anggota Komisi III DPR RI | Wakapolri 2004 - 2006

Djoko Tjandra dan Maria Pauline Lumowa, Quo Vadis Penegakan Hukum di Indonesia?

Kompas.com - 20/07/2020, 15:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Adang Daradjatun*

HUKUM di Indonesia ini sudah tertulis di atas kertas, bahwa negara kita adalah negara hukum. Hal ini tertera dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal itu menegaskan, negara Indonesia adalah negara hukum. Mengandung pengertian bahwa segala tatanan kehidupan berbangsa, bermasyarakat, dan bernegara adalah didasarkan atas hukum. Tidak ada yang membantah itu, termasuk para akademisi hukum.

Namun, publik kembali dipertontonkan sebuah peristiwa yang mencoreng nama Indonesia sebagai negara hukum.

Djoko Tjandra, seorang buronan dan terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, tiba-tiba secara mengejutkan sudah berada di Indonesia dan kemudian diketahui yang bersangkutan telah sukses kabur kembali. 

Baca juga: Teka-teki Keberadaan Djoko Tjandra, Surat Sakit dari Malaysia, hingga Pengakuan Pengacara...

Hal ini berdasarkan keterangan Jaksa Agung ST Burhanuddain saat rapat dengan Komisi III DPR RI 29 Juni 2020. Padahal selaku terpidana yang vonis terhadapnya sudah in cracht, bahkan menjadi buronan luar negeri yang diincar Interpol, Djoko sudah seharusnya ditangkap dan dimasukkan ke balik jeruji. Sayangnya, ini tidak dilakukan.

 

Djoko Tjandra dan penegak hukum

Penjelasan dari institusi negara sama sekali tidak memuaskan. Kemenkumham yang membawahi Imigrasi, mengaku tidak tahu kalau Djoko sudah berada di Indonesia.

Alasannya, nama Djoko sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang) tidak ada di sistem mereka. Kejaksaan mengaku bahwa intelijen mereka gagal mendeteksi keberadaan Djoko.

Djoko ternyata disinyalir sudah ada di Indonesia pada 8 Juni 2020 untuk mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Jakarta Selatan. Kepolisian sendiri belum bisa menindak karena tidak ada red notice dari pihak kejaksaan.

Baca juga: Untuk Kali Ketiga, Djoko Tjandra Tak Hadiri Sidang PK di PN Jaksel

Bahkan, Djoko masih sempat untuk mengurus e-KTP di kelurahan Grogol Selatan, dan tidak terdeteksi oleh pihak Kemendagri, maupun Disdukcapil DKI. Padahal, dia sudah terdaftar sebagai warga negara Papua Nugini, tidak seharusnya dia memiliki e-KTP.

Namun, ketika pihak kelurahan dan Disdukcapil ditanya, mereka lagi-lagi mengaku tidak tahu terkait status hukum Djoko Tjandra.

Dari sini, kita bisa melihat bahwa sistem penegakan hukum negara kita gagal dan memalukan. Bayangkan saja, seorang buronan bisa mengecoh empat institusi negara yang terhormat, Kemendagri, Kemenkumham, Kepolisian dan Kejaksaan.

Catatan penting dalam penegakan hukum

Kasus ini benar-benar merefleksikan wajah hukum yang buruk di negara kita. Pola kepemimpinan di negara ini memperlihatkan pemangku jabatan yang tidak amanah dalam melaksanakan tugasnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com