Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY soal RUU HIP: Tentu Saya Ada Pendapat, tapi Lebih Baik Disimpan

Kompas.com - 23/06/2020, 22:42 WIB
Tsarina Maharani,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), berbicara soal RUU Haluan Ideologi Pancasila yang belakangan ramai dibahas.

SBY, melalui akun Twitter @SBYudhoyono, mengaku dirinya mengikuti polemik RUU HIP itu. Namun, ia memilih menyimpan pandangannya agar tidak memperkeruh situasi politik.

"Saya mengikuti hiruk pikuk sosial dan politik seputar RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Saya juga sudah membaca dan mengkaji RUU tersebut. Tentu ada pendapat dan tanggapan saya. Namun, lebih baik saya simpan agar politik tak semakin panas," tulis SBY, Selasa (23/6/2020).

Baca juga: Mahfud MD: Pemerintah Tak Bisa Cabut Usulan Pembahasan RUU HIP, kan DPR yang Usulkan...

Kendati demikian, SBY menyampaikan bahwa penyusunan sesuatu yang berkaitan dengan ideologi dan dasar negara mesti dilakukan secara hati-hati.

Ia khawatir jika ada kekeliruan, maka akan berdampak sangat besar terhadap aspek kehidupan bernegara.

"Kita harus sungguh berhati-hati jika berpikir, berbicara dan merancang sesuatu yang berkaitan dengan ideologi dan dasar negara Pancasila," tuturnya.

"Apalagi jika menyentuh pula kerangka dan sistem kehidupan bernegara. Kalau keliru, dampaknya sangat besar," lanjut SBY.

SBY menegaskan, ideologi negara harus diletakkan secara tepat.

SBY mengingatkan soal proses pembangunan negara yang telah Indonesia lalui. Dia tak ingin ada 'ideological clash' dan perpecahan karena pembahasan RUU HIP.

Baca juga: Tolak Bahas RUU HIP, Jokowi Tegaskan PKI Dilarang

"Memposisikan ideologi harus tepat dan benar. Ingat, proses 'nation building' dan 'consensus making' yang kita lakukan sejak tahun 1945 juga tak selalu mudah. Jangan sampai ada 'ideological clash' dan perpecahan bangsa yang baru. Kasihan Pancasila, kasihan rakyat," ucapnya.

Terkait RUU HIP, Menkopolhukam Mahfud MD telah menyatakan pemerintah memutuskan untuk menunda pembahasan RUU tersebut.

"Terkait RUU HIP, pemerintah menunda untuk membahasnya," ujar Mahfud dikutip dari akun Twitter-nya, Selasa (16/6/2020).

Mahfud mengatakan, pemerintah meminta DPR, sebagai pengusul RUU HIP, untuk lebih banyak menyerap aspirasi masyarakat.

Di sisi lain, lanjut Mahfud, pemerintah saat ini tengah berkonsentrasi menanggulangi pandemi Covid-19.

"Meminta DPR sebagai pengusul untuk lebih banyak berdialog dan menyerap aspirasi dulu dengan semua elemen masyarakat," kata dia.

Baca juga: SBY: Jangan Sampai Ada Ideological Clash akibat Pembahasan RUU HIP

"Pemerintah masih lebih fokus dulu untuk menghadapi pandemi Covid-19. Menko Polhukam dan Menkum HAM diminta menyampaikan ini (keputusan tunda pembahasan)," tegasnya.

RUU HIP merupakan RUU inisiatif DPR. RUU HIP disahkan sebagai RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna yang digelar pada 12 Mei 2020. DPR pun menunggu surat presiden (surpres) untuk memulai pembahasan RUU HIP.

Namun, RUU HIP menuai perdebatan, salah satunya terkait TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI dan Larangan Komunis/Marxisme karena tak dicantumkan sebagai konsideran dalam RUU.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com