Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuasa Hukum Kivlan Zen Sebut UU Darurat tentang Senjata Api Multitafsir dan Diskriminatif

Kompas.com - 13/05/2020, 16:36 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang pendahuluan uji materi Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (13/5/2020).

Gugatan terhadap undang-undang itu dimohonkan oleh terdakwa kasus kepemilikan senjata api ilegal, Kivlan Zen.

Dalam permohonannya, Kivlan meminta hakim MK mencabut Pasal 1 Ayat (1) UU tersebut karena bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945.

Baca juga: Kivlan Zen Gugat UU Darurat tentang Kepemilikan Senjata Api ke MK

"Mahkamah dapat menyatakan norma Pasal 1 Ayat (1) UU darurat 12 Tahun 1951 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sehingga harus dibatalkan," kata Kuasa Hukum Kivlan Zen, Tonin Tachta Singarimbun, saat membacakan permohonan dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu.

Adapun Pasal 1 Ayat (1) UU 12 Tahun 1951 berbunyi, Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.

Menurut pemohon, frasa dalam pasal tersebut rumit dan multitafsir sehingga tidak sesuai dengan bunyi Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum.

"Sebagai negara hukum, maka ketentuan dalam membuat suatu norma sepatutnya memenuhi ketentuan bahasa yang mudah dimengerti dan tata bahasa yang benar," ujar Tonin.

Baca juga: Eksepsi Ditolak, Sidang Kivlan Zen Berlanjut ke Pemeriksaan Saksi

Selain itu, pemohon juga menilai bahwa pasal 1 Ayat (1) UU darurat Nomor 12 Tahun 1951 bertentangan dengan prinsip persamaan hukum yang tercantum dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945.

Kivlan menilai bahwa pasal ini dapat dimanfaatkan pihak tertentu yang berkepentingan menjerat seseorang dengan hukum.

Dalam hal ini, Kivlan menganggap pemerintah menggunakan pasal tersebut untuk menetapkan dirinya sebagai tersangka dan terdakwa yang dikaitkan dengan dalang kerusuhan 21-22 Mei 2019 di DKI Jakarta.

Selanjutnya, pemohon menilai bahwa Pasal 1 Ayat (1) UU darurat Senjata Api tak memenuhi prinsip jaminan dan perlindungan hukum yang dimuat Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.

Kivlan menilai bahwa dirinya diadili berdasarkan keterangan dari skenario yang disusun oleh pihak lain.

Pemohon juga menilai bahwa Pasal 1 Ayat (1) UU darurat Nomor 12 Tahun 1951 bertentangan dengan Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945 yang menjamin hak setiap orang bebas dari perlakuan diskriminatif.

Dengan adanya pasal tersebut, Kivlan menilai bahwa dirinya telah didiskriminasi dalam kasus dugaan kepemilikan senjata api.

"Norma Pasal 1 Ayat (1) UU darurat Nomor 12 Tahun 1951 tidak memberi perlindungan kepada pemohon (Kivlan Zen) dari (tindakan) diskriminatif," kata Tonin.

Baca juga: Dituding Rekayasa Kasus Kivlan Zen, Ini Respons Wiranto

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com