Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Punya Waktu 90 Hari untuk Tentukan Sikap atas Perppu Covid-19

Kompas.com - 24/04/2020, 10:41 WIB
Tsarina Maharani,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPR Puan Maharani menyatakan, lembaga legislatif memiliki waktu 90 hari untuk menentukan sikap atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan yang diteken Presiden Joko Widodo untuk penanganan Covid-19.

Perppu 1/2020 itu telah diserahkan pemerintah kepada DPR dan ditetapkan untuk dibahas di Badan Anggaran (Banggar) pada 2 April 2020.

"DPR mempunyai waktu 90 hari setelah perppu itu diserahkan pemerintah, untuk membahas dan menyatakan sikapnya setuju atau tidak setuju," kata Puan, Jumat (24/4/2020).

Baca juga: PKS Nilai Perppu Covid-19 Berpotensi Munculkan Otoritarianisme

Ia mengatakan, pembahasan di DPR bakal sesuai dengan peraturan dan mekanisme yang berlaku.

"Ini sudah masuk mekanisme dan apa yang kami lakukan sesuai dengan mekanisme yang ada," ucapnya.

Banjir kritik

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo menilai, beberapa pasal dalam Perppu 1/2020 memberikan imunitas hukum bagi Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan para pejabat terkait pengambil kebijakan perppu.

Substansi dalam Perppu 1/2020 yang dikritik ICW di antaranya, Pasal 27 Ayat (2) dan Ayat (3).

"Jika kita merujuk ke Pasal 27 yang kontroversial, sepertinya pemerintah ingin mengantisipasi upaya-upaya hukum yang dilakukan penegak hukum yang timbul dari implementasi kebijakan ini," kata Adnan dalam diskusi online bersama YLBHI, Jumat (3/4/2020).

Baca juga: Amien Rais Gugat Perppu Penanganan Covid-19, Ini Respons Wakil Ketua DPR

Bunyi Pasal 27 Ayat (2) dalam Perppu Nomor 1/2020, yaitu "Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan".

Selanjutnya, Pasal 27 ayat (3) berbunyi, "Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara".

Perppu itu kemudian digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh tokoh Muhammadiyah Din Syamsuddin, Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia Sri Edi Swasono, dan politikus senior PAN Amien Rais pada 14 April 2020.

Baca juga: Perppu 1/2020 Rawan Penumpang Gelap, Ini Penjelasan Penggugat...

Selain mereka, ada pula sejumlah nama lain, yakni Direktur Indonesia Resources Studies Marwan Batubara, aktivis Hatta Taliwang, Ketua Majelis Syuro PBB MS Kaban dan mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua.

Anggota tim kuasa hukum penggugat, Ahmad Yani, menyatakan setidaknya ada enam pasal dari perppu itu yang diduggat ke MK, yakni Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 1-3, Pasal 12, Pasal 16, Pasal 23, Pasal 27 dan Pasal 28.

"Kenapa kami uji? Karena pasal-pasal ini dianggap bertentangan dengan konstitusi dan membuat disharmonisasi terhadap UU lainnya. Juga, perppu ini menjadi omnibus law dalam bentuk lain," ujar Yani.

Pemerintah dinilai sengaja memanfaatkan pandemi Covid-19 unntuk menerbitkan perppu yang sebenarnya bertujuan mengatasi persoalan ekonomi yang terjadi di dalam negeri.

"Karena ketidakmampuan pemerintah mengelola perekonomian tata negara ini, akibatnya mereka tidak mampu mengatasi virus corona ini. Sehingga, mereka memakai alasan virus corona ini untuk membuat perppu ini," ucap Yani.

Baca juga: Perppu Digugat ke MK, Istana Nilai Bagian dari Kritik Penanganan Covid-19

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com