Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proses RUU Cipta Kerja di DPR Langgar Prosedur Legislasi, Ini Penjelasannya

Kompas.com - 20/04/2020, 10:50 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) meminta Badan Legislasi (Baleg) DPR membatalkan pembentukan panitia kerja (Panja) RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Menurut PSHK, keputusan Baleg membentuk dan menyerahkan pembahasan RUU ini ke Panja telah melanggar sejumlah prosedur formal legislasi.

Prosedur formal yang dimaksud, antara lain mekanisme pembentukan undang-undang dalam Tata Tertib DPR, hingga regulasi pembentukan peraturan perundang-undangan yang dimuat dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011.

"Serta akan menutup transparansi dan partisipasi publik dalam proses pembentukan RUU Cipta Kerja," kata Direktur Jaringan dan Advokasi PSHK Fajri Nursyamsi melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (20/4/2020).

Baca juga: Baleg DPR Tetapkan Anggota Panja RUU Cipta Kerja Senin Ini

Fajri mengatakan, Pasal 151 ayat (1) Peraturan DPR RI tentang Tata Tertib telah mengatur bahwa pembahasan RUU dalam Panja dilakukan setelah rapat kerja (Raker) antara komisi, gabungan komisi, Baleg, Panitia Khusus, atau Badan Anggaran bersama menteri yang mewakili presiden.

Lalu, Pasal 154 ayat (1) Tata Tertib DPR menyebutkan, Raker membahas seluruh materi RUU sesuai daftar inventarisasi masalah (DIM) dari setiap Fraksi di DPR atau DPD apabila RUU terkait dengan kewenangannya.

Dan Pasal 156 ayat (1) Tata Tertib DPR menegaskan, Raker menyelenggarakan rapat dengar pendapat umum (RDPU) untuk mendapatkan masukan terhadap RUU yang sedang dibahas.

Pada Selasa (14/4/2020), DPR menggelar raker pertama dengan agenda penjadwalan penyusunan dan penyerahan DIM RUU Cipta Kerja. Namun, dalam Raker tersebut, pimpinan raker justru langsung membentuk Panja.

Baca juga: Riset: Mayoritas Pekerja Tak Paham Omnibus Law Cipta Kerja

"Seharusnya sebelum membentuk Panja Baleg melakukan rangkaian Raker membahas seluruh materi RUU dengan menggunakan DIM sesuai dengan Tata Tertib DPR," ujar Fajri.

Fajri mengatakan, dalam Raker tersebut, tidak semua fraksi siap untuk menyerahkan DIM.

Ada fraksi yang ingin RDPU terlebih dahulu, dan ada pula fraksi yang menolak pembahasan RUU Cipta Kerja dalam situasi darurat bencana nasional Covid-19.

Tanpa DIM dari fraksi, kata dia, Raker seharusnya belum bisa masuk ke agenda pembahasan berikutnya.

Baca juga: Pandemi Covid-19, Anggota Komisi IX DPR Minta Pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja Ditunda

"Dengan langsung masuk ke pembahasan di Panja, berarti diskusi yang terjadi hanya berupa pendalaman beberapa substansi saja, padahal materi RUU Cipta Kerja sudah menimbulkan kontroversi di publik," ujar dia.

Fajri melanjutkan, pelaksanaan RDPU dalam Raker adalah bentuk pelaksanaan dari partisipasi masyarakat yang merupakan perintah langsung dari Pasal 96 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011.

Pasal tersebut menyebutkan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com