Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PSHK Minta Presiden dan DPR Tunda Pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja

Kompas.com - 14/04/2020, 11:32 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Fajri Nursyamsi mengatakan, pihaknya mendesak Presiden Joko Widodo untuk menunda pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja.

Pada Selasa (14/4/2020), DPR mengagendakan pelaksanaan Rapat Kerja dengan Pemerintah untuk melanjutkan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja.

Adapun agenda utama rapat ini adalah untuk menyepakati kelanjutan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja antara DPR dan Pemerintah.

Baca juga: Bahas Omnibus Law, DPR Gelar Rapat dengan Menkumham, Menko Perekonomian, hingga Mendagri

"Kami mendesak Presiden menyatakan untuk menunda pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja dalam Rapat Kerja bersama DPR dan sekaligus menarik Surat Presiden (Supres), Draf, dan Naskah Akademik RUU Cipta Kerja untuk disempurnakan dengan menghilangkan pasal-pasal kontroversial yang bertentangan dengan prinsip negara hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan," ujar Fajri dalam keterangan tertulisnya, Selasa.

PSHK juga meminta DPR untuk menunda pembahasan seluruh RUU, termasuk RUU Cipta Kerja, sampai masa Darurat Bencana Nasional dan Darurat Kesehatan Masyarakat dinyatakan berakhir.

Baca juga: Omnibus Law yang Berpotensi Merusak Mahkota Otonomi Daerah...

"DPR harus lebih fokus dan kritis untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam penanganan Covid-19. Pengawasan harus dilakukan untuk menjaga agar pemerintah tetap menjalankan kewenangannya sesuai dengan prinsip negara hukum," tegas Fajri.

Lebih lanjut Fajri menjelaskan latar belakang mengapa pembahasan omnibus law Cipt Kerja harus ditunda.

Pertama, langkah DPR untuk melanjutkan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja telah menuai kritik dari berbagai kalangan, mengingat proses penyusunan dan materi RUU Omnibus Cipta Kerja menyimpan begitu banyak permasalahan substansial dan prosedural.

Baca juga: Tolak Omnibus Law, Ribuan Buruh Ancam Berunjuk Rasa pada 30 April

Kedua, naskah omnibus law RUU Cipta Kerja yang begitu kompleks dari sisi struktur, dan ketentuan Pasal 166 serta Pasal 170 yang bertentangan dengan hirarki perundang-undangan dan Putusan Mahkamah Konstitusi hanyalah contoh dari sebagian permasalahan yang muncul di permukaan.

Ketiga, penyusunan omnibus law RUU Cipta Kerja di sisi pemerintah yang tertutup mengabaikan aspek pembentukan yang transparan dan partisipatif; suatu hal yang seharusnya menjadi perhatian DPR.

"Keempat, dari sisi waktu, adanya pandemi Covid-19 seyogyanya menimbulkan pemahaman bahwa publik sebagai pemangku kepentingan tidak akan maksimal melakukan pengawalan akan proses pembahasan RUU apapun di DPR," tutur Fajri.

Baca juga: Siap Gelar Raker Omnibus Law Ciptaker, DPR Siap Tampung Aspirasi Rakyat

Di sisi lain, tetap melajunya Pemerintah dalam pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja ini akan kontradiktif dengan penetapan status bencana nasional Covid-19 berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Covid-19.

"Kondisi ini berpotensi menimbulkan kontroversi di publik karena menunjukkan adanya permasalahan mendasar tentang skala prioritas situasi nasional," tambah Fajri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com