Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas PA Sebut Syekh Puji Dapat Diancam Penjara Seumur Hidup karena Tergolong Residivis

Kompas.com - 03/04/2020, 05:54 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Arist Merdeka Sirait menilai, Pudjiono Cahyo Widiyanto atau Syekh Puji dapat diancam hukuman penjara seumur hidup dan hukuman kebiri terkait kasus kekerasan seksual terhadap anak dan tergolong residivis.

"Dengan kategori dia (Puji) residivis seksual anak, dia dapat diancam seumur hidup, bahkan ditambahkan hukuman berupa kebiri lewat suntik kimia dan pemasangan alat elektronik di tubuhnya," ujar Arist ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (2/4/2020).

Baca juga: Nikahi Anak 7 Tahun, Syekh Puji Terancam 20 Tahun Penjara dan Kebiri Kimia

Menurut Arist, berdasarkan Undang-undang Nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, Syekh Puji layak mendapat hukuman tersebut.

Mengingat, Syekh Puji telah berulang kali melakukan tindak pidana yang sama.

Pada 2008 lalu, Syekh Puji dinyatakan bersalah karena telah menikahi anak berusia 12 tahun.

Dengan riwayat tersebut, otomatis Syekh Puji telah memenuhi unsur untuk mendapat hukuman berat.

"Itu perintah UU seperti itu, unsur itu sudah memenuhi karena dia melakukan berulang dan bisa dikatakan resividis karena melakukan tindakan yang sama dan pernah dihukum dan dia mengulangi lagi," kata Arist.

Baca juga: Syekh Puji Bantah Nikahi Anak 7 Tahun, Mengaku Dimintai Uang Rp 35 M

Diberitakan sebelumnya, Syekh Puji kembali tersandung kasus.

Komisi Nasional Perlindungan Anak melaporkan Syekh Puji ke polisi atas dugaan pencabulan karena menikahi siri seorang anak.

Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Iskandar Fitriana Sutisna mengatakan, aduan itu diterima pada Desember 2019.

Saat ini laporan itu sudah masuk proses penyelidikan.

"Poses penyelidikan dilakukan dengan memeriksa kepada enam saksi untuk memberikan keterangan dan bukti terkait kasus tersebut," kata Iskandar saat dihubungi Kompas.com, Kamis (2/4/2020).

Baca juga: Dituding Nikahi Anak 7 Tahun, Syekh Puji Sebut Hanya Skenario Anggota Keluarga untuk Memeras Uang

Berdasarkan bukti visum dokter, tidak ada tanda kekerasan seksual yang dialami anak yang dinikahi Syekh Puji.

"Namun, tim penyidik masih melakukan proses penyelidikan untuk mendalami unsur-unsur pidana dari yang dilaporkan," jelas Iskandar.

Hingga kini, Polda Jawa Tengah sudah memeriksa enam saksi terkait kasus ini, termasuk anak yang dinikahi.

Adapun Ketua Komnas Perlindungan Anak (KPA) Jawa Tengah Endar Susilo mengatakan, pernikahan tersebut terjadi pada 2017 saat sang anak berusia tujuh tahun.

"Meski pernikahan siri, akan menghancurkan masa depan anak yang berpotensi menjadi calon pemimpin bangsa ini," jelas Endar, saat dihubungi, Jumat (13/3/2020).

Dia berharap agar kepolisian bisa bekerja maksimal untuk mengungkap kasus ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com