Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mayoritarianisme Jadi Hambatan Kemerdekaan Beragama dan Berkeyakinan

Kompas.com - 28/01/2020, 17:28 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Jaringan Gusdurian Indonesia Alissa Wahid menilai mayoritarianisme masih menjadi salah satu hal yang menghambat pelaksanaan kemerdekaan beragama dan berkeyakinan di Indonesia.

Hal itu disampaikan Alissa dalam paparan Outlook Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan di Indonesia 2020 di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Selasa (28/1/2020).

"Yang saya khawatirkan, bahwa semakin banyak kelompok masyarakat yang menggunakan favoritisme. Favoritisme ini datang dari sikap mayoritarianisme, pandangan bahwa sebagai mayoritas saya lebih berhak daripada yang lain, ini yang akan terus menguat di Indonesia," kata Alissa dalam paparannya.

Baca juga: Negara Diminta Jamin Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Berbasis HAM

Ia menilai ada proses simplifikasi demokrasi menjadi mayoritarianisme dengan mengutamakan suara mayoritas dalam mengambil tindakan tertentu, tanpa melihat pada konstitusi dan perlindungan hak dasar manusia.

"Karena anggapan kelompok saya adalah mayoritas, maka kelompok saya lah yang berhak menentukan peraturan di tempat ini. Suka-suka saya. Ini problem mendasar yang menyebabkan mayoritarianisme itu semakin hebat," kata dia.

Alissa mencontohkan adanya sebuah desa yang mayoritas beragama Islam menolak ada orang non-Islam untuk mengontrak rumah di sebuah desa tersebut.

Di sisi lain, ia melihat negara menjadi tidak berperan dalam menjamin hak konstitusi setiap warganya.

"Karena itu warga negara berjalan dengan kesepakatan lokal dengan menggunakan cara pandang atau kepentingan mayoritas. Ini bahaya sekali," ucap Alissa.

Kemudian juga, ini merupakan salah satu kondisi yang juga diperperah dengan otonomi daerah, karena otonomi daerah, membuat banyak kepala daerah menggunakan pendekatan lokal tidak nasional," kata dia.

Baca juga: Ancaman Kriminalisasi atas Penangkapan Aktivis Kebebasan Beragama Sudarto

Tak heran, kata Alissa, mayoritarianisme di Indonesia semakin menguat. Apalagi banyak peraturan-peraturan daerah dan aturan turunan lainnya di tingkat lokal yang justru bersifat diskriminatif.

"Banyak sekali kasus ini. Padahal agama itu bukan sektor yang termasuk diotonomikan. Tapi pemerintah secara umum tidak menegakkan perspektif ini. Sehingga perda-perda terkait pelaksanaan kehidupan beragama dan berkeyakinan itu bisa menjamur tanpa ada kontrol dari pemerintah pusat," kata dia.

Alissa juga menyoroti proses penegakkan hukum terkait masalah kemerdekaan beragama dan berkeyakinan atas dasar harmoni sosial tanpa mengindahkan hak konstitusi.

"Jadi, yang saya sering contohkan kasus Ibu Nuriyah beberapa tahun lalu ketika akan melakukan kegiatan buka puasa bersama di halaman gereja katolik di Semarang. Waktu itu di halaman gereja tentu ketua panitianya adalah salah satu romo," tutur dia.

"Lalu muncul ancaman dari sebuah laskar, maka romo ini dipanggil dan diminta memindahkan acara atau membatalkan atas dasar menghindari konflik," katanya.

Baca juga: Setara: Ada 846 Kejadian Pelanggaran Kebebasan Beragama di Era Jokowi

Ia menilai semestinya cara yang digunakan adalah memastikan bahwa kelompok penekan seperti itu tidak sembarangan berupaya membubarkan acara tersebut atas nama kerukunan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com