Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemendagri Dorong Penyusunan DPT Pilkada Bersumber pada Dukcapil

Kompas.com - 22/01/2020, 19:21 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar berharap Komisi Pemilihan Umum (KPU) sungguh-sungguh memperhatikan data kependudukan dalam menyusun daftar pemilih tetap (DPT) Pilkada 2020.

Pasalnya, dari hari ke hari, data kependudukan terus berubah dengan adanya kelahiran, kematian, pertambahan umur, hingga perpindahan domisili warga negara.

Agar DPT Pilkada efektif, data kependudukan mesti dipastikan yang paling mutakhir.

"Harapan kita, (KPU) itu sungguh-sungguh memperhatikan data kependudukan dan kependudukan relatif semakin hari semakin clear," kata Bahtiar di Gedung Kemendagri, Jakarta Pusat, Rabu (22/1/2020).

Baca juga: KPU Gunakan DPT Pemilu 2019 Susun Daftar Pemilih Pilkada 2020

Dalam menyusun DPT sendiri, KPU bersumber pada dua data.

Data pertama adalah data penduduk pemilih potensial pemilu (DP4).

Data ini bersumber dari Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri berupa daftar penduduk yang memenuhi syarat untuk menjadi pemilih di Pemilu.

Rencananya, DP4 Pilkada 2020 akan diserahkan oleh Dukcapil ke KPU dalam waktu dekat.

Sumber kedua adalah DPT Pemilu terakhir yang dimiliki oleh KPU. Untuk Pilkada 2020, seharusnya KPU bertumpu pada DPT Pemilu 2019.

Sesuai mekanisme, kedua sumber data tersebut lalu akan disinkronisasi melalui proses pencocokan dan penelitian (coklit).

"Kalau coklit itu kan hanya dilakukan hanya saat itu, lebih realtime data Dukcapil, tapi bukan kami yang menentukan DPT. Tetap memang KPU (yang menentukan DPT) yang diatur UU," ujar Bahtiar.

Baca juga: KPU Sebut Anggaran Pilkada 2020 Dipangkas Jadi Rp 9,9 Triliun

Bahtiar berpendapat, proses penyusunan DPT sebenarnya akan lebih efektif apabila hanya bertumpu pada data kependudukan Dukcapil saja.

Sebab, selain data Dukcapil dipastikan mutakhir, KPU juga tidak perlu lagi melakukan coklit dengan biaya yang terbilang besar. Dengan demikian, biaya pemilu yang besar pun dapat dipangkas.

Tetapi, untuk merealisasikan itu, dibutuhkan langkah yang panjang, utamanya merevisi undang-undang terkait.

"Bisa saja ke depan kita ubah UU bahwa penetapan DPT hanya menggunakan data kependudukan. Itu juga sudah disuarakan DPR RI di Komisi II (DPR), pemilu ke depannya, pemilu 2024 atau pilkada yang akan datang, ya satu sumber aja data kependudukan," kata Bahtiar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com