Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Pertanyakan Bukti Agus Rahardjo dkk yang Sebut Pengesahan UU KPK Tak Kuorum

Kompas.com - 09/12/2019, 18:15 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra mempertanyakan bukti kehadiran anggota DPR dalam rapat paripurna pengesahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberentasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

Pasalnya, kehadiran anggota DPR itu menjadi salah satu dalil Ketua KPK Agus Rahardjo dan kawan-kawan mengajukan gugatan uji formil UU KPK hasil revisi ke MK.

Agus Rahardjo dkk yang dalam hal ini bertindak sebagai pemohon menilai, rapat paripurna pengesahan UU KPK yang digelar di DPR 17 September 2019 lalu itu tidak memenuhi kuroum karena jumlah anggota DPR yang hadir tidak mencapai setengah dari jumlah total.

Saldi Isra meminta Pemohon melampirkan bukti fisik rapat paripurna. Sebab, dalam permohonannya Agus dkk hanya menyertakan berita daring dari media massa sebagai bukti dalilnya.

"Yang paling penting adalah sebetulnya kalau tadi kuasa pemohon mengatakan ini dari pemantauan kami hadir sekian orang, kira-kira bukti apa yang bisa disodorkan ke kami untuk menyatakan bahwa yang diklaim sekian orang itu bisa kami lihat kebenarannya," kata Saldi dalam sidang perdana uji materi UU KPK yang digelar di Gedung MK, Senin (9/12/2019).

Baca juga: Sidang Perdana, Agus Rahardjo dkk Minta MK Nyatakan UU KPK Bertentangan dengan UUD 1945

Atas pertanyaan Saldi itu, salah satu kuasa hukum pemohon, Violla Reininda menyebut bahwa pihaknya telah berupaya untuk mencari daftar hadir rapat paripurna pengesahan UU KPK.

Tim kuasa hukum juga telah berusaha untuk mencari salinan putusan rapat pimpinan badan legislasi (baleg).

Tim hukum pun beberapa kali sempat mengajukan permohonan untuk mengakses dokumen kehadiran tersebut ke pusat informasi DPR. Akan tetapi, hingga persidangan hari ini digelar, tidak ada respons yang positif dari parlemen.

"Jadi kami belum dapat untuk mengajukan bukti-bukti tersebut ke dalam persidangan. Dan ini pun sudah kami tegaskan juga dalam dalil permohonan kami bahwa proses pembentukan ini (UU KPK) tidak memenuhi akses keterbukaan dan juga proses penyebarluasannya pun cukup minim pada masyarakat," kata Violla.

Baca juga: Asa Membatalkan UU KPK Hasil Revisi yang Terganjal Salah Nomor…

Untuk diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan uji formil Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), Senin (9/12/2019).

Pemohon dalam perkara ini adalah Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK Laode M Syarief dan Saut Sitomorang, bersama 10 orang pegiat antikorupsi.

Dalam permohonannya, Pemohon mempersoalkan prosedur pembentukan revisi UU KPK yang dilakukan pemerintah dan DPR, pertengahan September 2019.

"Satu hal menarik dalam pembentukan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 ini adalah tidak terpenuhinya kuorum saat kemudian rapat sidang paripurna mengenai undang-undang ini," kata Kuasa Hukum pemohon, Feri Amsari, dalam persidangan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (9/12/2019).

Dalam catatan Pemohon, setidaknya, ada sekitar 180 anggota DPR yang tidak hadir sidang paripurna dan menitipkan absennya.

Dengan demikian, seolah-olah ada 287 hingga 289 anggota DPR yang hadir dan memenuhi kuorum, padahal secara fisik mereka tidak ada.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com