Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Mestinya yang Dibahas soal Eks Koruptor Maju Pilkada...

Kompas.com - 25/11/2019, 18:25 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno berpendapat, yang dibahas dalam wacana evaluasi pilkada semestinya mengenai boleh tidaknya eks koruptor maju dalam pilkada, bukan memperdebatkan pilkada langsung atau melalui DPRD.

"Mestinya yang dibahas adalah soal mantan terpidana korupsi ini. Sebab ini lebih penting, utamanya untuk menyaring calon-calon berintegritas dalam pilkada," ujar Adi dalam diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (25/11/2019).

"Bukan seperti sekarang ini justru membahas evaluasi pilkada langsung atau tidak langsung," lanjut dia.

Baca juga: Kata Ketua MPR Bamsoet, 826 Pasangan Suami Istri Cerai gara-gara Pilkada Langsung

Menurut Adi, demokrasi saat ini tumbuh ke arah yang positif. Peluang seseorang untuk ikut di dalam kontestasi pemilihan umum semakin besar.

Oleh sebab itu pemerintah sebaiknya mempertahankan kondisi ini, bahkan meningkatkan kualitas pesta demokrasi dengan cara membatasi seseorang yang punya rekam jejak tindak pidana korupsi untuk masuk kembali ke posisi pejabat pemerintahan.

"Kita Indonesia punya 270 juta penduduk. Kasihan sekali, kok seolah tidak bisa mencari calon yang baik. Isu-isu soal eks koruptor ini tidak pernah ada komitmen untuk diurus," ujar Adi.

Adi menambahkan, ada kecenderungan bahwa partai politik mendorong tetap mencalonkan eks terpidana kasus korupsi dalam pilkada.

Baca juga: Denny Indrayana: Pilkada Langsung dan Tak Langsung Sama-sama Konstitusional

"Eks koruptor yang dicalonkan di pilkada ini biasanya yang punya basis logistik kuat," ujar Adi.

"Makanya biasanya kalau eks koruptor diajukan menjadi calon kepala daerah itu bukan gagasannya. Namun lebih kepada kekuatan logistik dan kekuatan mobilisasi. Sampai kapan demokrasi ini seperti ini?" lanjut dia.

Parpol pun hendaknya memiliki kemauan untuk menjaring calon kepala daerah yang punya integritas dan tidak cacat secara hukum, moral dan politik.

"Salah satu tujuannya, untuk membuktikan kepada publik bahwa yang terjadi di internal partai sudah ada kerja secara optimal dalam menjaring calon kepala daerah," lanjut dia.

Sebelumnya, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Evi Novida Ginting Manik mengatakan, larangan mantan narapidana korupsi maju di Pilkada 2020 masih belum final.

Baca juga: 2 Alasan KPU Tetap Larang Eks Koruptor Maju Pilkada

KPU saat ini masih mempertimbangkan untuk memuat aturan tersebut dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan di Pilkada. Namun, Evi mengatakan, rencana itu bisa saja berubah.

"Iya (masih bisa berubah), kami tentu mendengar masukan-masukan dan menjadikan pertimbangan kami ya untuk terkait dengan napi koruptor ini," kata Evi saat ditemui di Hotel Le Meridien, Jakarta, Senin.

Evi mengatakan, rancangan PKPU tersebut sudah diharmonisasikam dengan Kementerian Hukum dan HAM ( Kemenkumham).

Halaman:


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com