Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota Komisi II DPR Sebut Revisi UU Pilkada Bisa Dilakukan Setelah 2020

Kompas.com - 13/11/2019, 18:53 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR, Hugua mengatakan, rencana untuk merevisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota belum bisa direalisasikan dalam waktu dekat.

Bahkan, menurut dia, Komisi II DPR telah menyepakati kapan revisi UU Pilkada akan dilakukan.

"Komisi II memutuskan membahas (revisi UU Pilkada) setelah 2020. Jadi belum menjadi prioritas (untuk direvisi) pada 2020," ujar Hugua dalam diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (13/11/2019).

Dia mengungkapkan, DPR sudah memiliki agenda priorotas revisi sejumlah undang-undang pada tahun depan.

Baca juga: Gugat UU Pilkada, Perludem Minta MK Hilangkan Status Kawin sebagai Syarat Pemilih

Beberapa undang-undang yang akan direvisi antara lain Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN), Undang-Undang Otonomi Khusus Papua, dan Undang-Undang Agraria.

"Ini merupakan carry over pembahasan undang-undang yang belum selesai pada periode kemarin untuk menjadi prioritas pada 2020," ucap Hugua.

Namun, politikus PDI-P itu mengakui ada sejumlah hal yang perlu menjadi poin revisi UU Pilkada.

Dia mencontohkan perihal penggunaan surat keterangan (suket) dalam pilkada dan soal kedudukan pengawas pemilu di kabupaten/kota.

Hanya saja, revisi UU Pilkada memerlukan proses pendahuluan yang matang.

Baca juga: Usul Tito soal Evaluasi Pilkada Langsung dan Jawaban Jokowi...

Misalnya, konsultasi publik dan evaluasi secara menyeluruh terhadap peraturan pilkada itu.

Komisi II beralasan jika tidak disiapkan secara matang, revisi UU Pilkada justru merugikan di kemudian hari.

"Sebab kalau tidak cukup waktu (untuk proses revisi), maka risikonya (peraturan yang dihasilkan) tidak matang. Jangan sampai ada pasal yang tidak relevan, karena itu nanti kan kegaduhannya luar biasa," ujar Hugua.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo menyebut, tidak ada lagi waktu untuk merevisi UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016.

Sebab, saat ini tahapan penyelenggaraan Pilkada 2020 sudah dimulai.

Pada Desember 2019 pun, tahapan pendaftaran calon perseorangan akan digelar.

"Tampaknya sih begitu (tidak cukup waktu revisi)," kata Arif di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/11/2019) lalu.

"Saya kira, UU Pilkada bagian yang diusulkan untuk direvisi, tapi pada saat bersamaan, kita sudah memasuki tahapan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah kan," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com