Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Istana: Perppu KPK Seperti Buah Simalakama...

Kompas.com - 04/10/2019, 13:39 WIB
Ihsanuddin,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengakui, Presiden Joko Widodo tidak akan mungkin memuaskan semua pihak dalam mengambil keputusan terkait polemik Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi hasil revisi.

Sebab, jika Presiden menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk mencabut UU KPK hasil revisi, maka hal itu akan mengecewakan partai politik, terutama pendukungnya di parlemen.

Sementara, jika Presiden tidak menerbitkan Perppu, maka mahasiswa dan aktivis antikorupsi penolak revisi UU KPK yang akan dikecewakan.

"Keputusan ini seperti simalakama, enggak dimakan bawa mati, dimakan ikut mati, kan begitu, cirinya memang begitu. Jadi memang tidak ada keputusan yang bisa memuaskan semua pihak," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (4/10/2019).

Baca juga: Kegamangan Jokowi soal Perppu KPK, antara Ancaman Parpol dan Ultimatum Mahasiswa

Oleh karena itu, menurut Moeldoko, saat ini Presiden Jokowi masih memikirkan keputusan terbaik yang akan ia ambil.

Ia sekaligus memastikan Presiden mendengar masukan yang disampaikan semua pihak.

Pada Senin (30/9/2019) lalu, Presiden sudah bertemu pimpinan partai politik pendukungnya. Moeldoko juga sudah menerima sejumlah pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi pada Kamis kemarin.

"Presiden itu banyak yang harus didengarkan, ada partai politik, ada masyarakat yang lain, ada mahasiswa, ada berbagai elemen masyarakat," ujar Moeldoko.

"Maka, sekali lagi bahwa Presiden mendengarkan, mendengarkan dengan jernih, mendengarkan dengan cermat, agar nanti langkah-langkah ke yang terbaik," kata dia.

Baca juga: Dibandingkan Judicial Review, Perppu UU KPK Dinilai Bisa Cepat Hentikan Keributan Politik

Diberitakan, UU KPK hasil revisi ramai-ramai ditolak karena disusun secara terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK. Isi UU KPK yang baru juga dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja lembaga antirasuah.

Misalnya KPK yang berstatus lembaga negara dan pegawai KPK yang berstatus ASN dapat mengganggu independensi. Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan yang harus seizin dewan pengawas juga bisa mengganggu penyelidikan dan penyidikan.

Selain itu, kewenangan KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks.

Setelah aksi unjuk rasa besar-besaran menolak UU KPK hasil revisi dan sejumlah RUU lain digelar mahasiswa di berbagai daerah, Presiden Jokowi mempertimbangkan untuk menerbitkan Perppu.

Baca juga: Soal Perppu, KPK Serahkan ke Presiden

Hal itu disampaikan Jokowi usai bertemu puluhan tokoh di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019).

Namun Ketua Umum Surya Paloh menyebut Presiden Jokowi dan partai politik koalisi pendukungnya sepakat untuk tidak menerbitkan Perppu KPK.

Kesepakatan itu, lanjut Surya, diambil ketika Jokowi dan pimpinan parpol pendukung bertemu di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Senin (30/9/2019) malam.

Sementara itu, Mahasiswa yang bertemu Moeldoko pada Kamis (3/10/2019) kemarin memberi waktu sampai 14 Oktober bagi Jokowi untuk menerbitkan Perppu. Jika tidak, maka mahasiswa mengancam akan melakukan aksi unjuk rasa yang lebih besar. 

 

Kompas TV Demonstrasi Mahasiswa terjadi di jelang akhir masa kerja DPR periode 2014-2019, gelombang. Tak hanya di Jakarta, demonstrasi juga terjadi di sejumlah daerah. Dalam aksinya mereka menolak sejumlah RUU yang dianggap tidak berpihak pada rakyat. Tak hanya di Ibu Kota, demonstrasi juga terjadi di sejumlah daerah. Sejumlah diantaranya diwarnai bentrokan. #BERKASKOMPAS#DPR #RKUHP
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com