Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelaku Aborsi Berpotensi Dipenjara Lebih Lama Dibanding Koruptor

Kompas.com - 20/09/2019, 12:14 WIB
Kristian Erdianto,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam Rancangan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), perempuan yang menggugurkan kandungan atau aborsi berpotensi dihukum penjara lebih lama dari narapidana kasus korupsi.

Penelusuran Kompas.com terhadap draf RKUHP yang telah disepakati Komisi III DPR dan pemerintah melalui Rapat Kerja pembahasan tingkat I, Rabu (18/9/2019), pemidanaan itu termuat dalam pasal 470 ayat (1).

Bunyinya, "Setiap perempuan yang menggugurkan atau mematikan kandungannya atau meminta orang lain menggugurkan atau mematikan kandungan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun".

Baca juga: Pasal di RKUHP Ini Multitafsir dan Memungkinkan Kriminalisasi

Menariknya, ancaman hukuman bagi pelaku aborsi tersebut rupanya melebihi ancaman hukuman pelaku tindak pidana korupsi.

Pasal 604 draf RKUHP tentang tindak pidana korupsi tertulis bahwa "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Kategori II dan paling banyak Kategori VI".

Peneliti Institute for Criminal and Justice System (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan, meski ancaman hukuman yang diberikan hakim maksimal, ketentuan itu juga memuat ancaman hukuman minimal, yakni dua tahun.

Baca juga: Dalam RKUHP, Pasangan Kumpul Kebo Bisa Dipidana atas Aduan Kepala Desa

Artinya, tetap ada potensi perempuan yang melakukan aborsi dipenjara lebih lama dari koruptor.

"Bisa jadi koruptor juga dapat pidana lebih tinggi. Tapi itu tergantung proses. Potensi itu (perempuan yang melakukan aborsi dipenjara lebih lama dari koruptor) tetap ada," ujar Erasmus melalui pesan singkat, Jumat (20/9/2019).

Ia pun mendorong pengesahan RKUHP yang direncanakan dilakukan Selasa (24/9/2019) mendatang itu ditunda dan dibahas lebih lanjut bersama-sama elemen masyarakat sipil.

 

Kompas TV Draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang menurut rencana akan disahkan pada 24 September mendatang. Sejumlah pasal, masih menuai pro dan kontra karena mengancam kebebasan sipil, demokrasi serta kelompok rentan.<br /> <br /> Desakan agar pengesahan RKUHP di rapat paripurna DPR terus bermunculan, diantaranya dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI).<br /> <br /> AJI menilai ada 10 pasal dalam RKUHP, yang bisa mengancam kebebasan pers. 2 diantaranya adalah pasal 219 tentang penghinaan presiden, wakil presiden, serta pasal 241 tentang penghinaan terhadap pemerintah. 2 pasal ini dinilai tidak sejalan dengan semangat demokrasi, dan peran pers sebagai media penyambung aspirasi publik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi: Kota Masa Depan Harus Ramah Pejalan Kaki, Disabilitas dan Perempuan

Jokowi: Kota Masa Depan Harus Ramah Pejalan Kaki, Disabilitas dan Perempuan

Nasional
Laporan BPK 2021: Ada Data Pensiunan Ganda di Tapera, Saldo Rp 3,3 M Jadi 6,6 M

Laporan BPK 2021: Ada Data Pensiunan Ganda di Tapera, Saldo Rp 3,3 M Jadi 6,6 M

Nasional
Ormas Keagamaan Kelola Tambang: Atur Pertanggungjawaban Kesalahan Pengelolaan

Ormas Keagamaan Kelola Tambang: Atur Pertanggungjawaban Kesalahan Pengelolaan

Nasional
Indonesia Usulkan Makan Siang Gratis jadi Program Satgas Global Melawan Kelaparan dan Kemiskinan

Indonesia Usulkan Makan Siang Gratis jadi Program Satgas Global Melawan Kelaparan dan Kemiskinan

Nasional
Laporan BPK 2021: Tapera Tak Kembalikan Uang Ratusan Ribu Peserta Senilai Rp 567 M

Laporan BPK 2021: Tapera Tak Kembalikan Uang Ratusan Ribu Peserta Senilai Rp 567 M

Nasional
Mundur sebagai Wakil Kepala Otorita IKN, Dhony Rahajoe Sampaikan Terima Kasih ke Jokowi

Mundur sebagai Wakil Kepala Otorita IKN, Dhony Rahajoe Sampaikan Terima Kasih ke Jokowi

Nasional
KPU Dianggap Bisa Masuk Jebakan Politik jika Ikuti Putusan MA

KPU Dianggap Bisa Masuk Jebakan Politik jika Ikuti Putusan MA

Nasional
Ketika Kepala-Wakil Kepala Otorita IKN Kompak Mengundurkan Diri ...

Ketika Kepala-Wakil Kepala Otorita IKN Kompak Mengundurkan Diri ...

Nasional
KPU Diharap Tak Ikuti Putusan MA Terkait Usia Calon Kepala Daerah

KPU Diharap Tak Ikuti Putusan MA Terkait Usia Calon Kepala Daerah

Nasional
Adam Deni Hadapi Sidang Vonis Kasus Pencemaran Ahmad Sahroni Hari Ini

Adam Deni Hadapi Sidang Vonis Kasus Pencemaran Ahmad Sahroni Hari Ini

Nasional
Pentingnya Syarat Kompetensi Pencalonan Kepala Daerah

Pentingnya Syarat Kompetensi Pencalonan Kepala Daerah

Nasional
Nasihat SBY untuk Para Pemimpin Setelah 2014

Nasihat SBY untuk Para Pemimpin Setelah 2014

Nasional
Dulu Jokowi Tak Setujui Gibran Jadi Cawapres, Bagaimana dengan Kaesang pada Pilkada Jakarta?

Dulu Jokowi Tak Setujui Gibran Jadi Cawapres, Bagaimana dengan Kaesang pada Pilkada Jakarta?

Nasional
[POPULER JABODETABEK] Pedagang Pelat Mengaku Enggan Terima Pesanan Pelat Nomor Palsu | Warga Sebut Tapera Hanya Mempertimbangkan Kebutuhan Pemerintah

[POPULER JABODETABEK] Pedagang Pelat Mengaku Enggan Terima Pesanan Pelat Nomor Palsu | Warga Sebut Tapera Hanya Mempertimbangkan Kebutuhan Pemerintah

Nasional
[POPULER NASIONAL] Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur | Tugas Baru Budi Susantono dari Jokowi

[POPULER NASIONAL] Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur | Tugas Baru Budi Susantono dari Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com