Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Diharapkan Bisa Cepat Rampungkan Uji Materi UU Pilkada

Kompas.com - 17/09/2019, 15:46 WIB
Christoforus Ristianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) diharapkan bisa secepatnya merampungkan uji materi perbaikan terhadap Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Diketahui, Ketua Bawaslu Provinsi Sumatera Barat Surya Efitrimen, Ketua Bawaslu Kota Makassar Nursari, dan Ketua Bawaslu Kabupaten Ponorogo Sulung Muna Rimbawan mengajukan uji materi UU Pilkada.

Kuasa hukum pemohon, Veri Junaidi, menyatakan, pihaknya berharap uji materi UU Pilkada bisa segera diputuskan agar pelaksanaan Pilkada 2020 bisa berjalanan secara konstitusional.

"Mesti ada tindakan segera lewat putusan uji materi ini. Kami berharap MK bisa segera memutuskan karena persoalan UU Pilkada ini bisa dipermasalahkan ke depan jika tak diperbaiki," kata Veri di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (17/9/2019).

Baca juga: Perludem Sarankan Revisi UU Pilkada Terbatas untuk Atur Pencalonan Eks Koruptor

Veri melontarkan, poin utama yang diuji materi adalah terkait lembaga Panwas Kabupaten/Kota.

"Pembentukan Panwas Kabupaten/Kota dinilai sudah tidak relevan karena saat ini sudah ada Bawaslu Kabupaten/Kota. Panwas bersifat adhoc atau sementara, sedangkan Bawaslu adalah badan yang permanen. Lembaganya sudah terbentuk sejak pemilu 2019," ujar Veri.

Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) Veri Junaidi.Kompas.com/Fitria Chusna Farisa Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) Veri Junaidi.

 

Diketahui, berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pengawas pemilihan adalah badan ad hoc bernama panitia pengawas.

Baca juga: KPU Sebut Larangan Eks Koruptor Nyalon Idealnya Diatur di UU Pilkada

Ketentuan ini berbeda dengan UU nomor 7/2017 tentang Pemilu yang mengatur pengawasan pemilihan adalah Bawaslu yang dibentuk secara permanen hingga kabupaten/kota.

Adapun pelaksanaan Pilkada serentak 2020 mengacu pada UU Pilkada sehingga pembentukan lembaga pengawas harus diulang, berikut perekrutan anggotanya.

"Kemudian soal keanggotaan, di mana jumlahnya maksimal tiga orang. Padahal Bawaslu Kabupaten/Kota banyak yang anggotanya lima orang. Pun demikian dengan Bawaslu Provinsi sehingga Ketua Bawaslu Provinsi Sumatera Barat merasa perlu untuk menggugat mengingat anggota Bawaslu Provinsi di Pemilu 2019 adalah 5-7 orang, bukan tiga orang," jelas Veri.

Baca juga: KPU Minta Revisi UU Pilkada Tak Dilakukan Saat Tahapan Sudah Dimulai

Menurutnya, salah satu dampak jika UU Pilkada tak diperbaiki adalah pada penyelesaian naskah perjanjian hibah daerah atau NPHD sebagai dasar pembiayaan pelaksanaan pilkada oleh pemerintah daerah.

"Persoalan soal Panwaslu ini sebenarnya sederhana. Namun, jika tak diperbaiki, akan menghambat penyusunan NPHD yang harus sudah selesai pada tahapan awal pembentukan regulasi dan pendaftaran pemilih," imbuhnya.

"NPHD yang akan menjadi dasar pembiayaan pilkada di setiap daerah seharusnya sudah tidak lagi menjadi persoalan. Belum adanya kesepakatan itu cenderung menimbulkan ketidakpastian hukum," sambungnya kemudian.

Baca juga: Untuk Ganti Calon Kepala Daerah, Demokrat Anggap Pemerintah Lebih Baik Revisi UU Pilkada

Untuk itu, ia berharap uji materi UU Pilkada bisa segera diputus oleh MK.

Diakui Veri, berdasarkan rekam jejak kinerja MK, lembaga tersebut mampu dengan cepat memutus uji materi sehingga dirinya yakin dalam tiga bulan bisa dirampungkan.

Halaman:


Terkini Lainnya

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com