Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemendagri Sebut Pemilu Mendatang Mungkin Tidak Lagi Serentak

Kompas.com - 29/08/2019, 12:01 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri Dodi Riyadmaji mengatakan, skema pelaksanaan pemilu serentak bisa saja diubah.

"Mungkin saja (diubah). Cuma pendekatannya dengan Mahkamah Konstitusi (MK) seperti apa," ujar Dodi di Gedung LIPI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu (28/8/2019).

Pernyataan ini merujuk pada survei yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), baru-baru ini. Peneliti LIPI menyebut, sebagian besar responden kesulitan dalam mencoblos sehingga survei merekomendasikan format pemilu selanjutnya tidak lagi serentak.

Baca juga: Survei LIPI: 74 Persen Masyarakat Kesulitan Pemilu Serentak

Pelaksanaan pemilu serentak 2019 sendiri mengacu pada putusan MK pada tahun 2014 lalu yang membatalkan Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan (2), Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 112 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang mengatur pelaksanaan Pilpres tiga bulan setelah pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg).

Dari hasil putusan tersebut, secara teknis pelaksanaan pemilu menjadi lima kotak, yakni kotak kesatu adalah kotak DPR, kotak kedua adalah kotak DPD, kotak tiga adalah presiden dan wakil presiden, kotak empat adalah DPRD provinsi, dan kotak kelima adalah DPRD kabupaten/kota.

Putusan MK tersebut berdasarkan permohonan kasasi yang diajukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk pemilu serentak.

Baca juga: Survei LIPI: 82 Persen Elite dan Tokoh Setuju Pemilu Serentak Diubah

Kemudian putusan tersebut diadopsi ke dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan menjadi dasar hukum pelaksanaan Pemilu serentak 2019.

Dodi mengatakan, jika skema pemilu serentak diubah kembali, maka harus ada revisi yang akan memakan waktu.

"Karena biasanya kalau itu sudah keputusan MK, kita minta revisinya kan prosedurnya seperti revisi UU karena keputusan MK setara dengan UU," kata dia.

Oleh karena itu, menurut Dodi hasil dari survei yang dilakukan LIPI termasuk rekomendasinya itu merupakan masukan bagi pihaknya.

Terlebih hasil survei tersebut menunjukkan gambaran pelaksanaan pemilu serentak 2019 yang diperoleh para responden.

Diberitakan, survei nasional yang dilakukan LIPI menyebutkan, pelaksanaan pemilihan umum ( pemilu) serentak 2019 dianggap menyulitkan masyarakat.

Baca juga: KPU dan DPR Janji Evaluasi Pemilu Serentak yang Tewaskan Ratusan Petugas KPPS

Ada 74 persen responden survei publik dan 86 persen responden survei tokoh yang menyatakan bahwa pemilu serentak 2019 telah menyulitkan pemilih.

Ketua Tim Survei Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI Wawan Ichwanuddin mengatakan, para pemilih dipusingkan dengan hal-hal teknis karena surat suara yang harus dicoblos banyak.

"Alih-alih bisa memilih secara rasional kandidat yang akan memimpin negara dan mewakili di parlemen, mereka malah pusing," kata Wawan dalam rilis hasil survei nasional Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Indonesia di Gedung LIPI, Rabu (28/8/2019).

Survei P2P LIPI ini menjaring 1.500 responden dari 34 provinsi dengan margin of error 2,53 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

Pengumpulan data atas survei ini dilakukan pada 27 April hingga 5 Mei 2019 untuk survei publik dan 27 Juni sampai 8 Agustus 2019 untuk survei tokoh. 

 

Kompas TV Tujuh orang yang diwawancara pada hari kedua ialah Johanis Tanak, Lili Pintauli, Luthfi Jayadi, M. Jasmin, Nawawi Pomolongo, Neneng Euis Fatimah dan Nurul Gufron.<br /> <br /> Sebanyak sembilan anggota pansel dan dua panelis akan mewawancarai setiap calon selama satu jam.<br /> <br /> Salah satu calon pimpinan KPK, Neneng Euis Fatimah mengkritisi jika Kpk saat ini masih lemah dalam menjalin kerja sama dengan institusi lain dalam penindakan kasus korupsi, salah satunya LPSK. #SeleksiCapimKPK #KPK #CapimKPK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com