Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Raden Muhammad Mihradi
Dosen

Direktur Pusat Studi Pembangunan Hukum Partisipatif
dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pakuan.

Menimbang Multidimensi Pemindahan Ibu Kota

Kompas.com - 14/08/2019, 09:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) melansir rencana memindahkan ibu kota negara yang berada di Jakarta. Alasannya, Indonesia harus memiliki visi besar 10 sampai 100 tahun ke depan.

Jokowi memandang, kemacetan, jumlah penduduk padat, pencemaran lingkungan dan banjir yang dialami Jakarta merupakan bagian dari alasan pemindahan ibu kota.

Wacana pemindahan ibu kota sebenarnya sudah berlangsung sejak awal kemerdekaan. Bahkan, di tahun 1946, telah terjadi pemindahan ibu kota ke Yogyakarta akibat agresi militer.

Tidak hanya itu, pada tahun 1948, Soekarno-Hatta ditangkap Belanda, maka ibu kota negara pindah secara darurat ke Sumatera Barat. Pada 17 Agustus 1950, baru ibu kota kembali ke Jakarta.

Selebihnya, pemindahan ibu kota menjadi wacana setiap rezim pemerintahan.

Masa Pemerintahan Soeharto, sempat Jonggol diisukan hendak dijadikan ibu kota. Hal ini ditengarai akibat terbitnya Keppres Nomor 1 Tahun 1997 tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai Kota Mandiri.

Demikian pula pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), wacana pemindahan ibu kota mulai didiskusikan serius. Waktu itu, dilansir media, SBY menawarkan tiga opsi.

Pertama, ibukota tetap di Jakarta. Kedua, membangun ibu kota yang benar-benar baru. Ketiga, ibukota tetap di Jakarta, namun memindahkan pusat pemerintahan ke lokasi lain.

Multi dimensi

Bagi penulis, wacana atau kajian maupun upaya memindahkan ibu kota negara merupakan diskursus yang sehat.

Artinya, ada kegelisahan menyangkut beban masalah yang dialami ibu kota Jakarta yang hendak dijawab dengan memindahkan ibu kota.

Meski demikian, ketika wacana, kajian atau upaya hendak direalisasikan, maka pertimbangan matang, rasional dan demokratis jauh lebih penting dibandingkan sikap ketergesaan.

Ada beberapa hal yang perlu dan mendesak dipikirkan.

Pertama, dari dimensi legal. Mulai dari konstitusi (UUD 1945) sampai berbagai peraturan perundang-undangan sektoral, sarat dengan singgungan soal ibu kota negara.

Seperti kewajiban MPR bersidang di ibu kota negara (Pasal 2 ayat (2) UUD 1945). Lembaga negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berpusat di ibu kota negara dan terdapat perwakilan di setiap provinsi (Pasal 3 ayat (1) dan (2) UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK).

Sampai ketentuan khusus soal ibu kota negara itu sendiri di dalam UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com