Berdasarkan argumentasi di atas, maka pro kontra soal pemindahan ibu kota harus dihamparkan di meja ruang publik.
Biaya pemindahan yang mencapai hampir 446 triliun perlu telaah publik. Termasuk ide melibatkan swasta dalam pembangunan gedung pemerintahan di ibu kota negara yang baru perlu melibatkan pakar.
Apakah ide demikian rasional atau tidak. Mengingat swasta dalam hal ini pengusaha bekerja didasarkan insting profit.
Bagaimana pula dengan gagasan pemerataan ekonomi yang sebagian ahli berpendapat, selama ini telah ditempuh melalui proyek infrastruktur yang meluas hingga ke luar pulau Jawa.
Apakah ini tidak paradoks dengan semangat pemindahan ibukota negara untuk pemerataan ekonomi yang sebenarnya sudah ditempuh—di antaranya---dengan proyek infrastruktur tersebut.
Jadi, bagi publik, bukan soal pindah atau tidak pindah ibukota. Namun, seberapa besar pilihan ditawarkan untuk menjadi diskursus publik.
Demikian pula berbagai dampak ikutannya. Seperti, seberapa besar birokrasi dapat adaptif dengan cepat saat terjadi pemindahan ibukota. Apakah ada pengaruh pada layanan publik misalnya.
Tentu kajian mendalam soal itu akan membantu. Belum lagi variasi pemindahannya seperti apa. Apakah mengambil model Malaysia yang ibukota negara tetap di Kuala Lumpur namun pusat pemerintahan dipindah ke Putra Jaya. Hal-hal seperti ini menjadi strategis untuk didiskusikan.
Indonesia tidak kekurangan masalah. Pertumbuhan ekonomi yang masih di kisaran 5 persen. Korupsi kepala daerah yang tidak pernah henti, bahkan di tempat yang diduga akan menjadi lokasi pemindahan ibukota negara.
Kemiskinan masih perlu dituntaskan meski trennya semakin menurun (9,41 persen Maret 2019).
Belum lagi tantangan kemandirian pangan dengan segala perdebatan impornya. Namun, berbagai masalah di atas bukan berarti kita kehilangan harapan.
Wacana pemindahan ibu kota merupakan bagian dari harapan untuk membangun Indonesia lebih baik. Tinggal pekerjaan rumahnya bagaimana aspek pertimbangan legal dan partisipasi publik di atas menjadi bagian tidak terpisahkan dari wacana tersebut.
Dengan begitu, rasa memiliki warga akan meningkat karena dilibatkan dalam pengambilan kebijakan yang pada akhirnya akan dibalut produk hukum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.