Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kementerian PPPA Sebut RI sebagai Negara Pengirim, Transit, dan Tujuan TPPO

Kompas.com - 02/08/2019, 19:29 WIB
Christoforus Ristianto,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyebutkan Indonesia termasuk negara pengirim, transit, sekaligus tujuan perdagangan orang.

Hal itu diungkapkan Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Kementerian PPPA, Destri Handayani, saat membuka kampanye publik bertajuk "Anti Perdagangan Orang" di Taman Suropati, Jakarta Pusat, Jumat (2/8/2019).

"Perdagangan orang merupakan kejahatan transnasional ya dan Indonesia termasuk sebagai negara pengirim, transit, dan sekaligus tujuan," ujar Destri.

Baca juga: Ibu Rumah Tangga Terlibat Perdagangan Orang, Ubah Dokumen Calon TKI

Menurut Destri, hal tersebut terjadi karena Indonesia merupakan negara berkembang. Sementara untuk negara maju, umumnya hanya menjadi tujuan perdagangan orang.

Permasalahan perdagangan orang, lanjutnya, memang memiliki hubungan dengan kondisi negara. Masyarakat negara berkembang seperti Indonesia, menjadi obyek dari TPPO dari negara maju.

"Masyarakat Indonesia jadi negara yang memiliki kerentanan menjadi korban TPPO karena menjadi objek bagi negara maju. Masyarakat yang tinggal di wilayah pedesaan, menjadi obyek TPPO karena mereka tidak memiliki banyak pengetahuan dan kondisi ekonomi yang rendah," paparnya kemudian.

Dia menjelaskan, TPPO menjadi tindak pidana kejahatan yang membahayakan karena ada tiga unsur, yakni proses, cara, dan tujuan. Dari segi proses, TPPO dilakukan dengan cara perekrutan ataupun penampungan orang.

Baca juga: Kementerian PPPA: 70 Persen Korban Perdagangan Orang Itu Anak dan Perempuan

"Dari segi tujuan, ada unsur eksploitasi oleh pelaku untuk mendapatkan keuntungan secara ekonomi. Jadi, cari untung dari menjual orang, bisa tenaganya yang dieksploitasi, tubuhnya, dan jasanya. Adapun caranya bisa dengan penipuan dan ancaman kekerasan," imbuh Destri.

Destri menambahkan, upaya preventif atau pencegahan merupakan salah satu cara memutus mata rantai TPPO. Salah satunya bisa dilakukan oleh masyarakat dengan kepedulian di lingkunganya masing-masing.

“Kepedulian lingkungan dan masyarakat terhadap sekitarnya perlu dikuatkan kembali. Jangan sampai ada salah satu warga di daerah mereka yang menjadi atau berpotensi menjadi korban TPPO,” jelasnya.

Kompas TV Kasus perdagangan orang atau <em>human trafficking</em> terjadi di Pasuruan, Jawa Timur. Seorang suami tega menjual istrinya kepada orang tak dikenal melalui media sosial. Tersangka menjual korban yang merupakan istrinya melalui media sosial Facebook. Kepada calon pelanggan tersangka menawarkan korban untuk berhubungan intim bertiga. Polisi menggerebek mereka di sebuah hotel di Prigen. Aksi kejahatan ini terendus Sabtu (6/7/2019) lalu saat itu polisi melakukan patroli siber. Tersangka mengaku baru kali ini menjual istrinya dengan tujuan mencari fantasi seksual. Tersangka sengaja mencari pelanggan yang tidak ia kenal agar aksi bejatnya tidak terlacak. Karena perbuatannya tersangka dijerat pasal 2 UU RI tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara. #PenjualanIstri #Pasuruan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com