KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi Nasional Perempuan Budi Wahyuni mengatakan, kasus video "ikan asin" yang menjerat artis Galih Ginanjar dan dua orang lainnya, Rey Utami dan Pablo Benua, menunjukkan perlunya pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka dengan jerat pasal dalam UU Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE).
Dalam video yang sempat diunggah di akun YouTube Rey Utami, Galih menjelaskan kondisi organ kewanitaan mantan istrinya dengan menganalogikannya seperti bau ikan asin.
Budi mengatakan, istilah dan pernyataan yang dilontarkan Galih termasuk dalam pelecehan verbal, dilakukan tanpa kontak fisik secara langsung.
Akan tetapi, dalam aturan hukum Indonesia, belum ada satu pasal pun yang bisa menjerat pelaku pelecehan semacam ini.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) hanya mendefinisikan pelecehan seksual sebatas pada tindakan yang dilakukan dengan melibatkan kontak fisik secara langsung.
Baca juga: Istilah “Ikan Asin” dan Pelecehan Verbal terhadap Perempuan...
“Saya menegaskan pentingnya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekeran Seksual segera disahkan agar kasus seperti ini bisa tertangani dengan baik karena kalau tidak, larinya ke ITE terus,” kata Budi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (12/7/2019).
Kasus pelecehan seksual secara verbal atau yang tidak berupa kontak fisik biasanya sulit diperkarakan ke jalur hukum.
Padahal, banyak juga perempuan yang mengalami pelecehan seksual dengan cara ini.
“Justru ini yang sedang diusung Komnas Perempuan karena tidak ada sistem hukum yang mewadahi itu sehingga kasus-kasus ini marak,” kata Budi.
Budi menyebutkan, jika RUU PKS sudah disahkan, semua pelaku pelecehan seksual dapat dijerat hukum, termasuk mereka yang melakukan pelecehan melalui verbal atau kata-kata.
Tidak adanya pasal khusus yang mengatur hal ini menyebabkan jerat pelecehan seksual secara verbal seperti dalam kasus Galih Ginanjar hanya mengandalkan UU ITE.
Budi mencontohkan, kasus yang menimpa Baiq Nuril Maqnun, perempuan asal Lombok korban pelecehan seksual yang justru menjadi tersangka dalam penyebaran konten berbau pornografi.
“Kasusnya Nuril itu jadi banyak dibelokkan karena yang ingin dilaporkan Nuril kan pelecehan seksual yang sudah berlangsung lama, untuk membuktikan, kan direkam. Begitu direkam, ini berpindah, justru dia yang dikenai pelanggaran ITE,” kata Budi.
“Padahal substansinya itu yang mau diungkap,” lanjut dia.
Baca juga: Tangis Fairuz Saat Mengadu ke Komnas Perempuan karena Kasus Ikan Asin