Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Kasus "Ikan Asin" Galih Ginanjar, Komnas Perempuan Desak Pengesahan RUU PKS

Kompas.com - 12/07/2019, 19:46 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi Nasional Perempuan Budi Wahyuni mengatakan, kasus video "ikan asin" yang menjerat artis Galih Ginanjar dan dua orang lainnya, Rey Utami dan Pablo Benua, menunjukkan perlunya pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka dengan jerat pasal dalam UU Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE).

Dalam video yang sempat diunggah di akun YouTube Rey Utami, Galih menjelaskan kondisi organ kewanitaan mantan istrinya dengan menganalogikannya seperti bau ikan asin.

Budi mengatakan, istilah dan pernyataan yang dilontarkan Galih termasuk dalam pelecehan verbal, dilakukan tanpa kontak fisik secara langsung.

Akan tetapi, dalam aturan hukum Indonesia, belum ada satu pasal pun yang bisa menjerat pelaku pelecehan semacam ini.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) hanya mendefinisikan pelecehan seksual sebatas pada tindakan yang dilakukan dengan melibatkan kontak fisik secara langsung.

Baca juga: Istilah “Ikan Asin” dan Pelecehan Verbal terhadap Perempuan...

“Saya menegaskan pentingnya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekeran Seksual segera disahkan agar kasus seperti ini bisa tertangani dengan baik karena kalau tidak, larinya ke ITE terus,” kata Budi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (12/7/2019).

Kasus pelecehan seksual secara verbal atau yang tidak berupa kontak fisik biasanya sulit diperkarakan ke jalur hukum.

Padahal, banyak juga perempuan yang mengalami pelecehan seksual dengan cara ini.

“Justru ini yang sedang diusung Komnas Perempuan karena tidak ada sistem hukum yang mewadahi itu sehingga kasus-kasus ini marak,” kata Budi.

Budi menyebutkan, jika RUU PKS sudah disahkan, semua pelaku pelecehan seksual dapat dijerat hukum, termasuk mereka yang melakukan pelecehan melalui verbal atau kata-kata.

Tidak adanya pasal khusus yang mengatur hal ini menyebabkan jerat pelecehan seksual secara verbal seperti dalam kasus Galih Ginanjar hanya mengandalkan UU ITE.

Terpidana kasus pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Baiq Nuril berjalan tiba di Kemenkumham, Jakarta, Senin (8/7/2019). Kedatangan Baiq Nuril tersebut dalam rangka membahas kemungkinan pemberian amnesti kepada Baiq Nuril yang divonis enam bulan penjara. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc. ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA Terpidana kasus pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Baiq Nuril berjalan tiba di Kemenkumham, Jakarta, Senin (8/7/2019). Kedatangan Baiq Nuril tersebut dalam rangka membahas kemungkinan pemberian amnesti kepada Baiq Nuril yang divonis enam bulan penjara. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.

Budi mencontohkan, kasus yang menimpa Baiq Nuril Maqnun, perempuan asal Lombok korban pelecehan seksual yang justru menjadi tersangka dalam penyebaran konten berbau pornografi.

“Kasusnya Nuril itu jadi banyak dibelokkan karena yang ingin dilaporkan Nuril kan pelecehan seksual yang sudah berlangsung lama, untuk membuktikan, kan direkam. Begitu direkam, ini berpindah, justru dia yang dikenai pelanggaran ITE,” kata Budi.

“Padahal substansinya itu yang mau diungkap,” lanjut dia.

Baca juga: Tangis Fairuz Saat Mengadu ke Komnas Perempuan karena Kasus Ikan Asin

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com