Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/07/2019, 14:42 WIB

KOMPAS.com — Penggunaan istilah “ikan asin” yang dilontarkan pemain sinetron Galih Ginanjar dalam video di akun YouTube Rey Utami beberapa waktu lalu berbuntut panjang.

Kasus ini berawal dari sebuah video yang diunggah oleh Rey Utami.

Dalam video tersebut, artis Galih Ginanjar menjadi bintang tamu. Galih diduga melontarkan kata-kata tak pantas yang ditujukan untuk mantan istrinya, Fairuz A Rafiq.

Pernyataan Galih yang mengundang polemik, di antaranya ada istilah "ikan asin". Video ini pun akhirnya viral dan menimbulkan polemik hingga sampai ke jalur hukum.

Baca juga: Penemuan yang Mengubah Dunia: Ikan Asin, Bantu Eropa Temukan Dunia Baru

Galih, Rey Utami, dan suaminya Pablo Benua ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya.

Penggunaan istilah "ikan asin" dianggap melecehkan perempuan secara verbal.

Melanggar kesusilaan

Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin, mengatakan, penggunaan istilah “ikan asin” dalam konteks percakapan di video tergolong pelanggaran asusila.

Menurut dia, hal itu tidak sepantasnya dilakukan oleh siapa pun dan di mana pun, apalagi disampaikan di ruang publik oleh mereka yang pernah terikat dalam ikatan perkawinan.

“Kita semua kan perlu punya budi pekerti yang baik. Tidak boleh menghina orang lain. Sebaiknya sih tidak dilakukan sama sekali ujaran itu, mau di hadapan publik atau tidak,” kata Mariana Amiruddin kepada Kompas.com, Jumat (12/7/2019).

Baca juga: Terseret Kasus Video Ikan Asin Galih Ginanjar, Siapa Pablo Benua dan Rey Utami?

Ia mengatakan, cara seperti ini, menyerang ranah seksual, biasa digunakan untuk membalaskan dendam pribadi dan menjatuhkan harga diri seorang perempuan.

“Budaya kita tahu betul cara menghancurkan martabat perempuan adalah dengan menghinanya secara seksual. Misal mengatakan pelacur atau menyebut dengan menghina organ-organ seksualnya atau dengan mempermalukannya di hadapan publik dalam ujaran-ujaran tersebut,” ujar dia.

Pelecehan secara verbal

Selain melanggar kesusilaan, penggunaan kata “ikan asin” untuk menggambarkan organ intim wanita juga sudah masuk dalam kategori pelecehan seksual.

Istilah ini dianggap melecehkan karena maksud dan tujuan di balik pemilihan kata itu untuk merendahkan martabat perempuan.

“Ucapannya itu (ikan asin) merendahkan harkat martabat perempuan. Masuk kategori pelecehan seksual kan ini, menyasar atribut seksual,” kata Wakil Ketua Komnas Perempuan Budi Wahyuni saat dihubungi secara terpisah, Jumat.

Baca juga: Popularitas Bau Ikan Asin Meroket, Dari Mana Aroma Khasnya Muncul?

Budi menjelaskan, dalam analogi fisiologi tubuh seorang perempuan memang terdapat bagian-bagian tertentu yang mudah lembab hingga menimbulkan efek seperti mengeluarkan bau atau cairan dan tumbuh jamur.

Sebenarnya terdapat banyak istilah yang dapat diartikan sebagai bentuk pelecehan seksual, baik yang sudah populer maupun tidak.

“Istilahnya bisa apa saja, tetapi ini kan memadankan situasi bau yang tidak sedap seperti ikan asin baunya,” ujar dia.

Oleh karena itu, meski tindakan ini tidak melibatkan sentuhan langsung secara fisik, tetap tergolong bentuk pelecehan seksual.

Akan tetapi, pelecehan seperti ini belum memiliki payung hukum yang dapat melindungi korban dan memidanakan pelaku.

Padahal, menurut Budi, pelecehan seksual di Indonesia banyak yang terjadi di ranah ini, misalnya melalui pandangan, perkataan, atau yang lain.

Baca juga: Menurut Pakar Gender, Video Ikan Asin Ungkap Watak Pria Misoginis

Oleh karena itu, kasus Galih Ginanjar tidak menggunakan pasal pelecehan seksual, melainkan dijerat dengan pasal lain terkait informasi transaksi elektronik (ITE) karena disebarkan lewat media sosial.

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS)

Pelecehan terhadap perempuan, khususnya dalam ranah seksual, bisa terjadi dengan berbagai macam cara, seperti melibatkan kontak fisik secara langsung ataupun tidak.

Akan tetapi, sistem hukum di Indonesia belum memayungi kasus-kasus pelecehan yang terjadi tanpa melibatkan sentuhan fisik.

Hal itu merujuk pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHAP) yang mendefinisikan pencabulan sebatas pada tindakan fisik secara langsung.

Baca juga: Babak Baru Kasus Video Ikan Asin dan Fakta Penetapan Tersangka Galih Ginanjar Cs

Kondisi ini menyebabkan banyak tindak pelecehan seksual yang tidak melibatkan sentuhan fisik lolos dari jerat hukum dan menyisakan perempuan sebagai korban.

“Pelecehan seksual yang tidak bersentuhan fisik atau non body contact itu sebenarnya bisa, tapi enggak ada pasalnya yang mampu memidanakan perbuatan itu,” kata Budi.

Merespons hal ini, Komnas Perempuan telah melakukan berbagai upaya, salah satunya menyusun Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dan mendesak pemerintah untuk segera mengesahkannya.

“Saya menegaskan pentingnya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual segera disahkan agar kasus seperti ini bisa tertangani dengan baik karena kalau tidak, larinya ke ITE terus,” ujar Budi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Ditanya Wartawan Kapan Lantik Menkominfo Definitif, Jokowi: Belum

Ditanya Wartawan Kapan Lantik Menkominfo Definitif, Jokowi: Belum

Nasional
Berkunjung ke Malaysia, Jokowi Bakal Bahas Isu Perbatasan dan Perlindungan PMI

Berkunjung ke Malaysia, Jokowi Bakal Bahas Isu Perbatasan dan Perlindungan PMI

Nasional
Karhutla Diproyeksi Lebih Besar, Kepala BNPB Bertolak ke Riau Pagi Ini

Karhutla Diproyeksi Lebih Besar, Kepala BNPB Bertolak ke Riau Pagi Ini

Nasional
Soal Perpanjangan Jabatan KPK, Jokowi: Masih dalam Kajian Menko Polhukam

Soal Perpanjangan Jabatan KPK, Jokowi: Masih dalam Kajian Menko Polhukam

Nasional
Problematika Putusan MK Tentang Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK

Problematika Putusan MK Tentang Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK

Nasional
AHY Masuk Bursa Cawapres Ganjar dan Sikap Partai Koalisi Perubahan

AHY Masuk Bursa Cawapres Ganjar dan Sikap Partai Koalisi Perubahan

Nasional
Jokowi Melawat ke Singapura dan Malaysia Selama Dua Hari

Jokowi Melawat ke Singapura dan Malaysia Selama Dua Hari

Nasional
Kemenag: Jemaah Gelombang Kedua, Pakai Kain Ihram sejak di Embarkasi Indonesia

Kemenag: Jemaah Gelombang Kedua, Pakai Kain Ihram sejak di Embarkasi Indonesia

Nasional
Penjelasan KPU soal Dihapusnya Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye

Penjelasan KPU soal Dihapusnya Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye

Nasional
BMKG Peringkatkan Ancaman El Nino di Indonesia Mulai Juni 2023

BMKG Peringkatkan Ancaman El Nino di Indonesia Mulai Juni 2023

Nasional
Ketika Jokowi dan Megawati Tunjukkan Kekompakan Dukung Ganjar di Rakernas PDI-P...

Ketika Jokowi dan Megawati Tunjukkan Kekompakan Dukung Ganjar di Rakernas PDI-P...

Nasional
Kapan PK Moeldoko soal Kepengurusan Partai Demokrat Diadili? Ini Penjelasan MA

Kapan PK Moeldoko soal Kepengurusan Partai Demokrat Diadili? Ini Penjelasan MA

Nasional
Lukas Enembe Jalani Sidang Perdana Kasus Suap dan Gratifikasi Senin 12 Juni

Lukas Enembe Jalani Sidang Perdana Kasus Suap dan Gratifikasi Senin 12 Juni

Nasional
Aldi Taher dan Alienasi Politik

Aldi Taher dan Alienasi Politik

Nasional
AHY Jadi Kandidat Cawapres Ganjar, PKS: Pemimpin Berkualitas dan Punya Nilai Jual

AHY Jadi Kandidat Cawapres Ganjar, PKS: Pemimpin Berkualitas dan Punya Nilai Jual

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com