Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.
KOMPAS.com - Sebuah pesan berantai berisi informasi adanya penerimaan anggota Polri wajib membayar sejumlah nominal tertentu beredar di aplikasi percakapan WhatsApp, Jumat (5/7/2019).
Pesan itu menyebutkan seolah-olah penerimaan peserta anggota Polri dibuka oleh Kepolisian RI.
Menyikapi hal itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo menegaskan bahwa pesan tersebut termasuk hoaks.
Berdasarkan penelusuran Kompas.com, pesan yang menginformasikan adanya penerimaan anggota Polri berbayar berawal dari pesan berantai di Whatsapp.
Adapun pesan itu menawarkan kesempatan bagi peserta yang tidak lolos seleksi penerimaan anggota Polri untuk mengikuti seleksi tahap 2 dengan penambahan kuota sekitar 10-20 persen per provinsi.
Jika peserta bersedia mengikuti tes lanjutan, maka peserta harus mau membayar uang bangunan di setiap level ujian.
Pesan itu menyebutkan, batas tenggat waktu pembayaran berakhir pada Jumat (5/7/2019).
Berikut bunyi pesan tersebut.
"Bersamaan dengan email ini kami memberi kesempatan bagi peserta yang tidak lolos sebelumnya untuk mengikuti seleksi tahap 2 penamahan kuota hanya sekitar 10-20% per provinsi.
Jika berkenan melakukan tes lanjutan harus bersedia membayar uang bangunan untuk setiap level ujian.
05-07-2019 terakhir pembayaran jika ingin menjadi calon Polri."
Pesan itu juga menyebutkan bahwa surat tersebut dibuat di Jakarta pada 24 Juni 2019.
Atas beredarnya pesan yang mengatasnamakan Polri ini, Kepala Biro Penerangan Masyrakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mengungkapkan, informasi tersebut adalah hoaks.
"Hoaks. Nanti akan ditindaklanjuti oleh siber untuk melacak akun penyebarnya," ujar Dedi saat dihubungi Kompas.com pada Senin (8/7/2019).
Selain itu, bantahan juga diumumkan Polri melalui akun Instagram Divisi Humas Polri, @divisihumaspolri.
Pada unggahan itu, admin Divisi Humas Polri menyebutkan ancaman pidana dan denda yang membayang-bayangi penyebar hoaks dan mengimbau masyarakat untuk berhati-hati dalam menyebarkan sebuah informasi.
"Penyebar berita hoaks dapat dipidana sesuai dengan UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan/atau denda Rp 1 miliar dan UU Nomor 1 Tahun 1946 dengan ancaman hukuman sampai dengan 10 tahun penjara," tulis akun Divisi Humas Polri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.